Penulis: Luthfi Hamdani
Indonesia merupakan salah satu negara dengan tingkat risiko bencana yang tinggi. Tingginya risiko ini karena Indonesia terletak di daerah Cincin Api Pasifik (the Pacific Ring of Fire) tempat tiga lempeng tektonik Indo-Australia, Eurasia, dan Pasifik bertemu (Australian Broadcasting Corporation International Development/ ABCID, 2017).
Akibatnya, ada sekitar 20 gempa bumi per hari yang tercatat di wilayah Indonesia (ABCID, 2017). Tidak hanya gempa bumi, bencana alam lainnya seperti tanah longsor, kebakaran hutan, banjir, dan letusan gunung berapi juga sering terjadi di Indonesia. Bencana-bencana ini merenggut banyak korban jiwa dan sangat memengaruhi perekonomian (Perwaiz et al.). Phaup dan Kirschner (2010) melaporkan bahwa Indonesia mengalami kerugian infrastruktur mencapai sekitar US$4,5 miliar (65 Triliyun) akibat gempa dan tsunami Samudra Hindia yang terjadi pada 2004.
Dalam rangka mengurangi dampak bencana terhadap kondisi sosial ekonomi, para ahli dan masyarakat internasional telah menggagas banyak program, di antaranya program Pengurangan Risiko Bencana (PRB) atau Disaster Risk Reduction (DRR) (Wada et al., 2014; Perwaiz et al., 2020) yang berpeluang mengurangi potensi kerugian akibat bencana.
Dalam program ini diharapkan setiap pemerintah harus menerapkan pendekatan yang lebih preventif terhadap bencana daripada hanya berfokus pada tindakan tanggap dan darurat setelah bencana terjadi (De La Fuente, 2010). PRB juga berfokus kepada alokasi anggaran bencana yang cukup untuk program mitigasi bencana preventif (Oktari, Fahlevi & Irawati, 2017).
Kerangka Kebijakan
Di Indonesia terdapat kerangka peraturan untuk pembiayaan pascabencana yang diatur di dalam UU Nomor 24 Tahun 2007. yang memberikan fondasi untuk mekanisme pendanaan dan pelaksanaannya terutama terkait pada fase pascabencana.
Tanggung jawab keuangan pemerintah pusat dan daerah juga diatur lebih lanjut dalam Peraturan Nomor 22 Tahun 2008, yang mengamanatkan pemerintah pusat untuk memberikan bantuan pada saat terjadi bencana dan pada masa pemulihan. Karena itu, lahirnya Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana (PB) telah menggeser paradigma kebencanaan dan membawa konsep baru PRB di Indonesia. Fokus manajemen bencana sebelum lahirnya UU ini hanya kepada kegiatan tanggap darurat yang menjadi tanggung jawab pemerintah.
Selengkapnya bisa dibaca pada tautan berikut: PENGANGGARAN DAN SUMBER PEMBIAYAAN BENCANA