Green (Environmental) Management
Manajemen hijau atau manajemen lingkungan didefinisikan sebagai proses mengalokasikan sumber daya alam agar dapat digunakan secara optimum dalam memenuhi kebutuhan dasar manusia, jika memungkinkan, untuk waktu yang tidak terbatas dan dengan dampak yang minimal pada lingkungan hidup (O’Riordan, 1971, hal. 17 dalam Omara-Ojungu, 1992, hal. 4).
Sumber daya alam yang dimaksud dalam pengertian di atas adalah sumber daya alam yang termasuk dalam kategori barang ekonomi. Artinya jumlahnya terbatas jika dibandingkan dengan kebutuhan manusia. Sumber daya bukanlah sebuah konsep yang statis. Sebagai contoh pada suatu waktu, air tidak termasuk dalam kategori sumber daya alam yang langka, mengingat pada masa tersebut jumlah air berlimpah, sementara kebutuhan manusia masih relatif sedikit dibandingkan dengan jumlah air yang tersedia. Namun saat ini, dibandingkan dengan kebutuhannya, jumlah air di beberapa tempat seperti di Pulau Jawa dan Bali serta Nusa Tenggara mengalami defisit terutama pada musim kemarau.
Contoh yang lain adalah kemiri di Kalimantan Barat. Sebelum orang Jawa dan Madura masuk ke Kalimantan Barat, kemiri bukanlah sumber daya, mengingat tidak ada penduduk yang memanfaatkannya. Saat orang Jawa dan Madura bermigrasi ke Kalimantan Barat, kemiri menjadi sumber daya, karena kemiri sangat dibutuhkan untuk memasak bagi orang Jawa dan Madura (Ribbot dan Peluso, 2003, hal. 166).
Konsep sumber daya dalam sumber daya alam adalah sebuah konstruksi sosial yang dibangun oleh manusia pada zamannya. Saat ini konstruksi yang dibangun untuk air khususnya oleh produsen air minum dalam kemasan Aqua, adalah bahwa air yang sehat sangat penting bagi kesehatan.
Akibat konstruksi sosial seperti ini, air kemasan menjadi sebuah kebutuhan baru, bukan hanya untuk minum tetapi di beberapa tempat atau kasus juga untuk mencuci muka, keramas, dan bahkan mandi. Orang meninggalkan air PDAM sebagai pemasok utama untuk air minum dan air bersih akibat konstruksi yang dibangun oleh Aqua.
Pebisnis dapat menciptakan kebutuhan akan satu sumber daya alam tertentu melalui kampanyenya dan pada akhirnya pebisnis dapat mengambil keuntungan dari kampanyenya yang mengubah konstruksi sosial, seperti pada kasus Agua.
Manajemen lingkungan hidup untuk bisnis diperlukan ketika eksploitasi sumber daya alam yang dilakukan pebisnis membahayakan keberlanjutan sumber daya alam tersebut. Manajemen lingkungan hidup untuk bisnis dilakukan untuk menjamin keberlanjutan kegiatan operasi perusahaan, artinya kegiatan perusahaan terkait dengan sumber daya alam sejalan atau harmonis dengan daya dukung alam.
Manajemen lingkungan hidup juga diperlukan agar sumber daya alam untuk pemenuhan kebutuhan tertentu tidak mengganggu pemenuhan kebutuhan lain. Ketika air menjadi langka, maka kegiatan perusahaan terkait dengan air harus dikelola sedemikian rupa agar air yang digunakan tidak berlebihan dan kualitas limbah cair yang dibuang mendekati kualitas air yang diambil. Ketika kebutuhan akan air minum dalam kemasan membesar, jangan sampai pemenuhan kebutuhan ini membahayakan pemenuhan kebutuhan lain seperti kebutuhan air untuk irigasi.
Perkembangan yang terjadi saat ini, bahkan kelangkaan atau keterbatasan jumlah sumber daya alam tidak menjadi faktor penentu apakah perusahaan perlu mengelola sumber daya alam yang digunakan ataukah tidak. Artinya, apa pun bentuk sumber daya alamnya dan apakah sumber daya alam tersebut langka atau tidak, perusahaan dituntut untuk menerapkan manajemen lingkungan.
Sebagai contoh di Indonesia adalah Pasal 74 Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Ayat (1) menyatakan bahwa “Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan”
Perkembangan Konsep dalam Manajemen Lingkungan Hidup
Pada tahun 1960-an fokus manajemen lingkungan adalah pada pertanian, perkebunan, ilmu tanah, dan konservasi alam. Tahun 1970-an fokus bergeser pada tata guna lahan dan asesmen terhadap sumber daya, ilmu lingkungan, pengembangan sumber daya dan konservasinya, serta manajemen lingkungan dan manajemen sumber daya. Yang menjadi isu adalah polusi, erosi tanah, dan penggundulan hutan.
Pada tahun 1990-2000, Paul Hawken dkk. (1999) menggambarkan dengan tepat perubahan fokus manajemen lingkungan. Manajemen lingkungan menjadi fokus bagi bisnis pada khususnya dan perekonomian pada umumnya. Ekonomi bergeser dari fokus produktivitas sumber daya manusia menjadi kenaikan secara radikal pada produktivitas sumber daya alam.
Penyebabnya adalah fakta bahwa pertumbuhan ekonomi dibatasi oleh jumlah sumber daya alam yang tersedia. Masih hangat dalam ingatan, tragedi kebocoran reaktor nuklir Fukushima di Jepang tahun 2011, ternyata pemulihannya terbatas oleh sumber daya alam yang ada. Jepang terpaksa meminta Indonesia untuk menambah pasokan gas untuk pemulihan bencana kebocoran. Teknologi yang ada dan sumber daya manusia bukan merupakan hambatan, tetapi keberadaan sumber daya alami yang menjadi kendala bagi proses pemulihan perekonomian Jepang.
Saat ini lingkungan bukan lagi menjadi faktor minor, lingkungan hidup telah menjadi faktor utama bagi perkembangan perekonomian secara keseluruhan dan perkembangan perusahaan pada khususnya. Relokasi pabrik tekstil paling mencemari lingkungan dari Cina ke Bangladesh, Pakistan, dan Vietnam, selain faktor kenaikan upah buruh di Cina juga karena regulasi lingkungan di ketiga negara tersebut lebih lunak (lihat The Environmental Cost of Clothes, dari http://chinawaterrisk.org/resources/analysis-reviews/ the-environmental-cost-of-clothes/ ).
Industri tekstil membutuhkan air dalam jumlah besar dan proses produksinya mengakibatkan penurunan kualitas air yang digunakan. Agar sumber daya air yang terbatas dapat digunakan lagi setelah menjadi limbah cair industri tekstil, diperlukan proses pengolahan yang membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Dengan pertimbangan tersebut, Cina memilih merelokasi industri tekstil ke negara yang aturan tentang limbah cairnya lebih longgar.
Manajemen Lingkungan Hidup untuk Bisnis
>>Definisi
Manajemen lingkungan hidup untuk bisnis berfokus pada masalah apakah kegiatan organisasi baik bisnis maupun nirlaba berkelanjutan ataukah tidak, apakah sesuai dan harmonis dengan daya dukung alam ataukah tidak. Alam memiliki daya dukung, daya regenerasi, dan daya tampung yang terbatas. Tanpa intervensi manusia yang berlebihan sebetulnya alam memiliki kearifan sendiri. Seluruh proses dalam alam, ada dalam sebuah siklus yang tertutup. Melalui daya dukung, daya regenerasi, dan daya tampungnya, alam berproses tanpa mengenal limbah.
Karbondioksida (CO,) yang selama ini dipersoalkan merupakan penyebab efek rumah kaca, pemanasan global, dan perubahan iklim, sebenarnya tanpa intervensi manusia yang berlebihan (artinya sesuai dengan daya dukung, daya regenerasi, dan daya tampung alam), dapat diubah oleh alam menjadi O, yang berguna bagi kehidupan.
Air yang selalu berubah bentuk dan kualitas dapat dimurnikan kembali oleh alam melalui siklus hidrologis tanpa ekses munculnya limbah. Air kotor dari sungai mengalir ke laut. Melalui proses penguapan, air kotor tersebut menjadi awan dan jatuh ke bumi sebagai air hujan. Air hujan diserap oleh tanah menjadi air tanah yang berkualitas baik. Air kotor melalui proses alamiah bisa menjadi air bersih tanpa memerlukan bahan-bahan kimiawi dan tanpa limbah.
Manajemen lingkungan untuk bisnis, melalui berbagai konsep yang dikembangkan, berusaha agar proses bisnis tidak mengganggu proses alam.
>>Kategorisasi Paradigma
Ada banyak respons perusahaan terhadap tekanan masalah lingkungan hidup. Seperti yang diungkap oleh Welford (ed, 2014), pandangan perusahaan terhadap kewajiban untuk memperhatikan masalah lingkungan hidup dapat dikategorikan menjadi empat:
- Perusahaan beranggapan bahwa perhatian terhadap lingkungan hidup adalah kewajiban moral atau etis manusia. Manusia harus bertanggung jawab terhadap lingkungan hidup karena ia punya kewajiban untuk menjalankan etika ekobisnis (Nugroho, 2001). Menurut pandangan penganut etika ekobisnis, etika bisnis harus berubah menjadi etika ekobisnis karena manusia punya tanggung jawab moral dan etis pada generasi yang akan datang. Generasi manusia yang akan datang juga punya hak yang sama dengan generasi manusia saat ini untuk menikmati lingkungan hidup dengan kualitas minimal sama dengan kualitas saat ini.
- Perusahaan lain memandang bahwa perhatian terhadap lingkungan hidup bahkan dapat memberikan keuntungan finansial. Dengan mengurangi limbah misalnya, perusahaan dapat menghemat, mengingat limbah adalah inefisiensi. Menghemat penggunaan bahan bakar fosil melalui teknologi yang dikembangkan industri otomotif terbukti menguntungkan perusahaan transportasi yang menggunakannya.
- Manajemen lingkungan hidup dipandang oleh beberapa perusahaan sebagai usaha perbaikan mutu. Perusahaan yang memperoleh sertifikat ISO 14001 tentang Sistem Manajemen Lingkungan, akan melakukan perbaikan yang terus-menerus terkait dengan kinerja lingkungan hidupnya. Mutu produk akan terus membaik seiring dengan perbaikan kinerja lingkungan.
- Pandangan terakhir perusahaan terhadap lingkungan hidup adalah bahwa lingkungan hidup merupakan faktor penentu keberhasilan perusahaan. Caranya adalah dengan membuat aktivitas perusahaan sejalan dengan alam. Biomimikri adalah salah satu penerapan pandangan ini. Biomimikri artinya aktivitas bisnis meniru sistem alam. Sebagai contoh, pendingin ruangan dengan sensor pendingin adalah tiruan terhadap sistem alam yang selalu ada pada siklus yang tertutup. Umpan balik suhu ruangan pada sensor pendingin memungkinkan pendingin ruangan berhenti bekerja pada suhu yang sudah ditetapkan. Sistem industri tanpa limbah seperti pada ekologi industri yang akan dibicarakan pada bab selanjutnya adalah contoh yang lain.
Respons Bisnis Terhadap Tekanan Lingkungan Hidup
Tidak semua perusahaan atau bisnis menganggap lingkungan hidup sebagai peluang. Perusahaan seperti yang diungkap Welford (ed. 2014) yang masuk kategori “mengapa saya’ atau “why me-s'” adalah contohnya. Perusahaan yang masuk kategori ini beranggapan bahwa perhatian pada lingkungan hidup hanyalah akan menambah beban biaya. Perusahaan ini biasanya bukan berusaha mengurangi limbah, tetapi terpaksa mengolah limbah yang dibuangnya karena ada aturan yang memaksanya.
Kategori kedua adalah “smart movers“, yaitu perusahaan yang secara cerdik memanfaatkan makin banyaknya konsumen hijau untuk memperoleh keunggulan kompetitif. Perusahaan yang mengembangkan produk yang hemat energi adalah salah satu contohnya. Keinginan untuk menjadi ramah lingkungan, mengingat pembangkit listrik merupakan salah satu sumber polusi besar, ditambah makin mahalnya energi listrik, dimanfaatkan oleh perusahaan ini untuk mencapai keunggulan kompetitif. Saat ini perusahaan yang menghasilkan produk yang boros energi listrik terbukti telah tersingkir dalam persaingan.
Kategori ketiga adalah perusahaan yang antusias terhadap datangnya masalah lingkungan hidup. Perusahaan seperti ini bukan hanya memperoleh keunggulan kompetitif atau sekadar mematuhi aturan dari pemerintah untuk ramah lingkungan. Kinerja perusahaan ini dalam hal lingkungan hidup melebihi apa yang diharuskan atau diatur oleh pemerintah, dan sampai batas tertentu oleh konsumennya.
Merek The Body Shop adalah salah satu contohnya. Tidak ada aturan untuk melarang penggunaan binatang sebagai percobaan pengembangan produk kosmetik dan juga kecil perhatian konsumen terhadap hal seperti ini, namun The Body Shop melakukan pengembangan produk tanpa ada penyiksaan terhadap binatang. Pandangan The Body Shop kemudian diikuti oleh banyak perusahaan lain seperti Starbucks dengan Tumbler dan gerai yang ramah lingkungannya.
Strategi Bisnis Terkait dengan Lingkungan Hidup
Ada dua pilihan strategi perusahaan terkait dengan tekanan lingkungan. Pertama perusahaan bisa unggul, karena perhatian pada lingkungan berarti penghematan biaya, atau kepemimpinan biaya (cost leadership). Perusahaan dapat mencapai kepemimpinan biaya melalui:
- Penghematan penggunaan bahan baku, mengurangi komponen, mengganti bahan baku, meningkatkan kemungkinan daur ulang, mengurangi bahan baku, dan memperbaiki desain produk.
- Penghematan energi yang digunakan, dengan cara mengganti sumber energi atau dengan penghematan atau efisiensi.
- Pengurangan emisi, termasuk di dalamnya dengan memanfaatkan hak yang dimiliki oleh perusahaan untuk membuang emisi untuk dijual, atau dengan melakukan desain ulang proses produksi.
- Penerapan manajemen limbah, dengan mendesain ulang produk yang terlalu banyak kemasan, menggunakan kembali atau reuse, mendaur ulang atau menjual limbah.
- Penerapan manajemen distribusi, dengan mengurangi transportasi, perencanaan logistik yang lebih baik, atau penggunaan alat transportasi yang optimal. Poin terakhir saat ini berkembang sebagai satu cabang ilmu tersendiri, yaitu green supply chain management.
Cara kedua, perusahaan dapat menggunakan strategi diferensiasi, atau membedakan produknya dengan pesaing melalui kinerja lingkungan hidupnya, seperti The Body Shop.
Alternatif Posisi untuk Mencapai Keunggulan Kompetitif
Untuk mencapai keunggulan kompetitif, ada empat pilihan bagi perusahaan.
- Pertama adalah dengan memperbaiki proses produksi dan sekaligus mengurangi dampak negatifnya, melalui penerapan teknologi bersih.
- Kedua, dengan memperbaiki proses produksinya dan sekaligus memaksimalkan keunggulan, melalui peningkatan produktivitas sumber daya (Produktivitas Hijau)
- Pilihan ketiga adalah dengan memperbaiki produk dan sekaligus meminimalkan dampak negatif pada lingkungan hidup, melalui penerapan konsep cradle to cradie. Cradle to cradie artinya sekali kita menghasilkan produk, produk tersebut dapat didaur ulang terus untuk menghasilkan produk yang baru. Dengan perkataan lain tidak ada limbah karena produk aus.
- Pilihan keempat adalah dengan memperbaiki produk dan sekaligus memaksimalkan keunggulan, melalui pemanfaatan gerakan konsumen hijau. Perusahaan memanfaatkan gerakan konsumen hijau untuk memasarkan produk-produknya yang ramah lingkungan. Konsumen hijau adalah konsumen yang hanya mau membeli produk yang ramah