Diskursus pembangunan memang sangat dinamis, sebab proses pembangunan berkaitan dengan pemenuhan hak-hak dasar manusia untuk mendapatkan kehidupan yang layak. Karena itu, maka membutuhkan pemilihan teori dan strategi yang humanis.
Pembangunan pasca kolonial merupakan upaya peningkatan kehidupan ekonomi, politik, budaya serta infrastruktur masyarakat. Pertumbuhan GNP (Gross National Product) menjadi titik tolak pembangunan suatu wilayah. Konsepsi ini melihat pembangunan sebatas fenomena ekonomi dan salah satu indikatornya adalah pendapatan per kapita.
Namun ternyata pertumbuhan GNP tidak mengalami trickle down effect, justru menimbulkan berbagai kontradiksi. Akibat dari proses pembangunan itu menimbulkan pelbagai problem sosial; mulai dari ketimpangan sosial, kerusakan lingkungan, sampai kerentanan sosial dan budaya lokal.
Atas kegagalan proyeksi kaum kapitalis itu, muncul respon publik terhadap teori dan strategi pembangunan. Sehingga memunculkan strategi pembangunan alternatif yang lebih emansipatif seperti: pembangunan berbasis manusia, pembangunan mandiri, pembangunan berbasis pemenuhan kebutuhan dasar serta pembangunan berkelanjutan.
Pembangunan emansipatif mengedepankan semangat inklusivitas dan partisipasi dalam kerangka perencanaan dan pelaksanaan serta menggunakan pendekatan dan strategi yang holistik antara pembangunan ekonomi, inklusi sosial, dan keberlanjutan lingkungan.
Kebijakan pembangunan harus melibatkan aktivitas monitoring serta evaluasi sebagai input kebijakan serta informasi yang terstruktur untuk stakeholder. Maka proses perencanaan pembangunan haruslah lebih partisipatif (tidak eksklusif-birokratis) dengan melibatkan pemangku kepentingan non-pemerintah seperti, kelompok-kelompok masyarakat sipil, lembaga swadaya masyarakat, universitas/akademisi,serta kelompok kepentingan lainnya.
Baca juga: Kuliah Bisnis Digital Terbaik di Surakarta
Dalam konteks nasional, proses pembangunan emansipatif memerlukan aksi pengarusutamaan dalam program dan kebijakan bagi stakeholder. Dalam hal ini, Desa menjadi pilot project dalam desain pengarusutamaan pembangunan emansipatif. Paradigma pembangunan desa haruslah mengutamakan prinsip bahwa desa sebagai subjek sekaligus objek pembangunan.
Selain memiliki sumberdaya yang besar, desa memiliki cakupan kewilayahan yang luas (91 persen wilayah Indonesia merupakan wilayah perdesaan) serta jumlah kependudukan yang mencapai 43 persen dari penduduk Indonesia. Dengan demikian, Desa menjadi unsur yang sangat potensial pengarusutamaan pembangunan emansipatif.
Desa merupakan ruang teritori terkecil yang memiliki kompleksitas persoalan sosial-ekonomi. Sebagai entitas sosial, desa menjadi variabel yang penting bagi kemajuan negara dan bangsa. Artinya, akar persoalan pembangunan adalah Desa. Apabila permasalahan sosial-ekonomi di perdesaan dapat teratasi, maka tantangan pembangunan akan terselesaikan.
Karena itulah, desa memiliki peran strategis sebagai lokus pembangunan terkecil. Paling tidak ada dua pokok persoalan yang menjadi sumber identifikasi pembangunan di desa, yaitu memperbaiki pembangunan manusia dan meningkatkan ekonomi dan kesejahteraan rakyat.
Paradigma pembangunan emansipatif membutuhkan pemaknaan yang khas sesuai dengan kondisi sosiologis di desa. Pemaknaan pembangunan yang dimaksud menghendaki keterlibatan masyarakat desa sejak perencanaan, pelaksanaan hingga perolehan hasilnya. Paradigma pembangunan emansipatif menghantarkan pada tiga level pembangunan, yaitu level norma, level tujuan dan level metode.
Norma menduduki posisi fundamental dari proyek pembangunan yang bersifat nilai abstrak, tujuan merujuk pada imajinasi pembentukan struktur sosial baru dan metode menjelaskan strategi dan mekanisme mencapai norma dan tujuan.
Abstraksi norma pembangunan merujuk pada nilai kebersamaan, kekeluargaan, goyong-royong dan keadilan sosial. Sehingga proses pembangunan hendaknya mencakup partisipasi masyarakat sebesar-besarnya.
Pembangunan tidaklah bersifat netral, Ia harus menunjukkan ketegasan keberpihakannya, yakni masyarakat menjadi pihak utama yang dibela. Dengan demikian, sepanjang perjalanan pembangunan masyarakat menjadi aktor utama pengarusutamaan pembanguan desa.
Tujuan pembangunan melingkupi kesejahteraan, kualitas hidup manusia serta penanggulangan kemiskinan. Kesejahteraa tidak hanya sebatas tercukupinya kebutuhan, tetapi juga bisa dipertukarkan dengan pihak lainnya. Kualitas hidup mencakup aspek pendidikan, kesehatan, pendapatan serta kesetaraan gender.
Sebab itulah, pembangunan emansipatif hendak menghilangkan persepsi desa yang diidentikkan dengan kemiskinan dan ketertinggalan. Strategi pembangunan yang dimaksud ialah melalui pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana prasarana, pengembangan potensi ekonomi lokal, serta pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan secara berkelanjutan.
Pembangunan sebagai proses perubahan sosial perlu adanya redefinisi. Sejak dulu, sudut pandang pembangunan merujuknya pada negara maju dan kaya (adigdaya). Dengan dalih modernisasi, pembangunan model itu malah menimbulkan ketergantungan, keterbelakangan dan keterpurukan.
Paradigma pembangunan emansipatif tidak lagi melihat pembangunan semata-mata perubahan yang dipengaruhi dari luar, melainkan hasil proses dari masyarakat itu sendiri. Pembangunan yang dihasilkan dari pengaruh luar dipandang hanya akan menimbulkan ketergantungan. Pembangunan emansipatif merupakan jenis pembangunan yang berpusat pada masyarakat (Human-Centered Development).
Human-Centered Development mulanya mengutamakan pengambangan kapasitas atau edukasi kelompok masyarakat. Maka perlu dicatat, paradigma pembangunan ini mementingkan metode partisipatoris untuk perencanaan pembangunan. Bentuknya, dengan melibatkan LSM, organisasi non pemerintah, organisasi komuitas, KSM (kelompok swadaya masyarakat) dan sebagainya.
Baca juga: Buku Sistem Ekonomi Digital Desa
Konsensus pada perencanaan pembangunan ini diyakini mampu melahirkan prakarsa partisipasi dalam implementasinya sehingga masyarakat mendapat manfaat atas hasil pembangunan secara bersama-sama.
Ada beberapa prinsip yang menjadi dasar pembanguna emansipatif, antara lain:
- People atau Manusia
- Planet atau Bumi
- Prosperity atau Kesejahteraan
- Peace atau Perdamaian
- Pertnership atau Kemitraan
Lima prinsip di atas dalam rangka penyeimbangan dimensi ekonomi, sosial dan lingkungan:
Pertama, prinsip pembangunan menempatkan manusia sebagai perhatian utama dalam pembangunan.
Kedua, perlindungan terhadap bumi dari degradasi dan segala bentuk kerusakan lingkungan sehingga dapat mendukung kebutuhan generasi selanjutnya.
Ketiga, semua manusia memiliki hak dasar untuk mendapatkan kehidupan layak, terpenuhi kebutuhan hidupnya, baik secara ekonomi, pendidikan, teknologi, maupun kesehatan.
Keempat, prinsip perdamaian mengarah pada terbangunnya masyarakat yang inklusif yang bebas dari ketakutan dan kekerasan.
Kelima, kemitraan bagian dari strategi dari implementasi pencapaian agenda pembangunan yang berkelanjutan melaui jalan kolaborasi.
__________________
Penulis: Urtha Dwi N. (Pegiat Literasi)