Oleh: Luthfi Hamdani
Penulis baru saja membaca artikel dari pak llan Pappe, salah satu pemikir dan sejarawan Yahudi yang kritis terhadap eksistensi Israel. Artikel yang dipublikasikan pada situs web newleftreview.org ini berjudul “The Collapse of Zionism” pada tanggal 14 Juni 2024. Ada beberapa skema ataupun indikator keruntuhan entitas Zionis Israel ini.
Intinya, menurut pak Ilan ada enam indikator keruntuhan (dan semoga kehancuran) entitas Zionis di tanah Palestina. Berikut indikator-indikator yang dituliskan pak Ilan dan analisis penulis setelah menyimak intens beragam informasi terkait konflik Israel-Palestina.
Menurut pak Ilan, indikator pertama katalisatornya adalah perselisihan dan perpecahan dua faksi besar dalam entitas Israel. Kelompok State of Israel (SoI) dengan ‘liberal democratic values’-nya, versus kelompok ‘State of Judea’ yang merupakan tim dari Netanyahu yang pengen Israel jadi sepenuhnya negara teokrasi.
Hal yang perlu dicatat, walaupun beda dalam falsafah politik, kedua kelompok ini sama saja; pendukung pendudukan (settlement). Terbukti dari perampasan rumah-rumah di Tepi Barat (West Bank) maupun penghancuran Gaza — yang dari banyak pernyataan mereka sendiri, bakal diduduki pemukim Israel. Kedua proses ini sama-sama jelas melanggar hukum internasional.
Pendudukan ilegal ini yang sejak awal ditentang dan dilawan orang Palestina. Mulai awal penjajahan, PLO-nya Yasser Arafat, sampai saat ini Harakat al-Muqawamah al-Islamiyah (Hamas).
Sejak peristiwa 7 Oktober 2023, kedua kelompok ini terus intens terlibat ketegangan. Lalu menurut pak Ilan, sebagian dari kelompok State of Israel (SoI) sudah banyak yang pulang kampung ke Eropa dan Amerika.
Indikator kedua adalah keruntuhan ekonomi. Sejak konflik di Gaza, ekonomi Israel ada kecenderungan melemah. Terbukti pada kuartal keempat 2023, ekonomi mereka turun hingga 20%. Sejauh ini masih untung bisa selamat sebab bantuan dari Amerika hingga 226 Triliun.
Problem ekonomi lain adalah capital outflow, dimana penanam modal dalam negeri maupun asing mulai memindahkan dana investasinya ke negara lain. Terbukti, investasi jelas orientasinya profit, bukan ideologis maupun teologis.
Indikator ketiga, isolasi oleh masyarakat global. Intinya mereka semakin hari semakin dikucilkan. Beberapa pemimpin tertingginya telah dinyatakan bersalah oleh International Court of Justice (ICJ) dan International Criminal Court (ICC) — dan bisa ditangkap serta dihakimi kapan saja. Lalu proses perdamaian dan pengakuan entitas Israel dalam kerangka “Abraham Accord” dengan negara-negara Arab juga dibekukan.
Banyak negara juga mulai menolak interaksi dengan warganya. Misalnya penolakan keikutsertaan Israel pada Olimpiade Paris 2024 dan lomba nyanyi Eurovision Song Contest 2024. Lalu kapan hari viral pemilik usaha restoran di Vietnam mengusir turis Israel, pun negara lain seperti Maldives dan Malaysia melarang kedatangan turis Israel.
Ini belum lagi kemarahan, kebencian hingga ancaman secara online oleh warganet dari berbagai negara dan latar belakang, terhadap kekejian Israel.
Indikator keempat, semakin derasnya gelombang dukungan dari pemuda-pemudi Yahudi global terhadap gerakan-gerakan solidaritas terhadap Palestina.
Indikator kelima, lemah dan semakin melemahnya kekuatan militer Israel. Dalam serangan darat ke Gaza yang hampir 9 bulan berjalan, mereka hanya bisa membebaskan 4 sandera. Untuk pembebasan tersebut harus terbunuh 270-an warga Gaza dan 3 orang sandera warga Israel.
Pada banyak video yang dipublikasikan brigade Izzudin al-Qassam (Sayap militer Hamas), Palestine Islamic Jihad (PIJ) dan faksi-faksi pejuang yang lain, bisa dilihat bahwa dalam perang langsung tentara Israel IDF mengalami banyak kegagalan. Tank-tank dan kendaraan personal lapis baja terbakar, maupun kumpulan tentara yang digrebek (ambush).
Strategi gerilya dan pemanfaatan terowongan bawah tanah oleh pejuang sejauh ini cukup berhasil menghadirkan “strategic loss” bagi Tentara Israel (IDF), demikian yang disampaikan analis militer Scott Ritter. Keberhasilan Israel sejauh ini jelas cuma atas bombardir udara lewat pesawat tempur, bom dan tembakan-tembakan ngawur dari tank mereka terhadap semua jenis bangunan; rumah, tempat pengungsian, sekolah, rumah sakit, masjid dan gereja hingga situs-situs bersejarah di Gaza.
Secara militer mereka juga semakin intens dihadapkan pada kelompok perlawanan lain Hizbullah di Lebanon, kelompok Ansharallah (Houthi) di Yaman Selatan dan Laut Merah, front perlawanan di Iraq dan tentu dari Iran.
Satu yang disayangkan adalah sikap pasif dan ketidak pedulian negara-negara Arab besar seperti Saudi Arabia, UEA, Jordania, dan lain sebagainya untuk memberikan bantuan militer. Atau setidak-tidaknya bantuan kemanusiaan untuk masyarakat sipil di Gaza.
Indikator keenam, kebangkitan generasi muda Palestina. Penduduk Gaza dan West Bank mayoritas masih sangat muda. Ragam penderitaan dan kondisi buruk yang mereka hadapi membuat mereka semakin solid. Afiliasi politik mereka yang bisa beragam namun demokratis, yang tujuan akhirnya jelas kemerdekaan negara Palestina.
********
Apabila keruntuhan entitas Zionis Israel ini benar-benar terjadi, maka apa selanjutnya?
Pak Ilan Pappe setidaknya visi kedepan adalah “peace must be replaced with decolonization, and Palestinians must be able to articulate their vision for the region”.
Jelas yang harus segera dihentikan dan dihindari di masa depan adalah pertumpahan darah, perang serta kekerasan. Cukup sudah penderitaan warga Palestina maupun masyarakat sipil Israel.
Apapun kelak bentuknya, entitas masyarakat Yahudi Israel, Muslim Arab, Kristen Arab dan lain-lain harus dihargai dan dihormati penuh hak asasinya, yang paling utama hak untuk hidup dengan merdeka.
Hasbunallah wa ni’mal wakiil.
Laa haula wa laa quwwata illa billahi al-a’liyyi al-a’dhim