Penulis: Muhammad Luthfi Hamdani
Di Indonesia, menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) masih menjadi impian utama bagi banyak angkatan kerja muda. Fenomena ini dapat dilihat dari antusiasme luar biasa setiap kali seleksi CPNS (Calon Pegawai Negeri Sipil) dibuka. Mengutip unggahan di akun Instagram resmi @bkngoidofficial yang dirilis per 17 September 2024, diketahui bahwa total pelamar CPNS 2024 yakni sebanyak 3.963.832 pelamar, kemudian peserta submit sebanyak 3.572.414.
Setelah proses pendaftaran, peserta yang dinyatakan Memenuhi Syarat (MS) tercatat sekitar 2.855.597 peserta, sedangkan peserta yang Tidak Memenuhi Syarat (TMS) sebanyak 599.528 peserta.
Adapun total formasi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) Total formasi CPNS 2024 adalah 250.407 formasi. Sehingga jika dirata-rata, maka ada 115 pendaftar yang memperebutkan satu formasi atau lowongan. Tentu angka-angka ini belum memasukkan pendaftar Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), yang juga merupakan ASN. Dengan formasi 1.031.554.
Besarnya jumlah pendaftar ini menunjukkan bahwa menjadi ASN masih jadi salah satu profesi paling diminati di Indonesia. Beberapa keuntungannya seperti: penghasilan yang tetap (mencakup gaji, tunjangan profesi dan kinerja), bebas dari PHK, dapat tunjangan pensiun, jenjang karir yang jelas, hingga yang pragmatis seperti kemudahan mengajukan pinjaman ke bank.
Beberapa waktu lalu, penulis melihat unggahan akun Instagram Badan Kepegawaian Negara (BKN) kerap menjadi ruang diskusi publik. Salah satu yang bisa diamati adalah besarnya minat dan harapan angkatan kerja kita untuk menjadi ASN.
Pada salah satu postingan mereka, terlihat ribuan komentar dari warganet yang berharap mendapatkan posisi di instansi pemerintahan, mulai dari menyampaikan doa hingga berbagi kekhawatiran tentang ketatnya persaingan. Fenomena ini menegaskan bahwa ASN masih dianggap sebagai pekerjaan dengan tingkat kepastian karir yang tinggi.
Namun, jumlah formasi ASN yang terbatas setiap tahunnya menjadi kendala utama. Dalam beberapa kasus, instansi pemerintahan bahkan mengandalkan tenaga honorer untuk menutupi kebutuhan pegawai. Sayangnya, beberapa di antaranya merupakan hasil dari praktik nepotisme, yang justru menambah beban sistem kepegawaian tanpa meningkatkan efisiensi kerja.
Di balik besarnya daya tarik ASN ini, terdapat permasalahan struktural yang memengaruhi sektor ketenagakerjaan dan perekonomian nasional.
Daya Tarik Profesi ASN
Keinginan besar untuk menjadi ASN tidak terlepas dari tantangan di sektor swasta. Fenomena ini tidak hanya terjadi di Indonesia. Sebuah reportase dari media CNA Insider berjudul “Asia’s Jobless Youth: How India, China & Indonesia Are Tackling Unemployment” (2024) mengungkapkan bahwa angkatan kerja di China dan India juga menghadapi situasi serupa.
Di kedua negara tersebut, para pencari kerja lebih memilih pekerjaan stabil di sektor publik karena ketidakpastian yang melingkupi sektor swasta, terutama di industri yang sedang menghadapi disrupsi atau stagnasi.
Indonesia memiliki konteks yang mirip. Banyak industri swasta, termasuk start-up digital, menghadapi tantangan besar, seperti kebangkrutan dan fraud. Beberapa contoh kasus melibatkan perusahaan besar seperti Bukalapak, eFishery, dan Investree.
Meski awalnya menawarkan inovasi dan optimisme, tantangan ekonomi global dan masalah internal perusahaan telah melemahkan posisi mereka. Hal ini semakin menurunkan daya tarik sektor swasta bagi angkatan kerja muda.
E-Commerce Bukalapak misalnya, setelah proses IPO yang menjanjikan dengan dana terkumpul mencapai 21.9 triliun, Bukalapak menghadapi tantangan besar dalam mempertahankan profitabilitas. Model bisnis yang padat modal menjadi salah satu kendala utama mereka. Informasi terbaru, perusahaan yang didirikan Achmad Zaky ini terpaksa hanya menjual produk digital dan justru menghadapi ancaman pailit.
Start-up eFishery juga tengah dihadapkan pada nasib serupa. Sebagai salah satu start-up berbasis teknologi di sektor perikanan, eFishery sempat menjadi harapan besar bagi pengembangan agritech. Namun, kendala operasional dan pendanaan serta dugaan fraud dari foundernya membuat perusahaan ini kesulitan berkembang.
Satu lagi adalah Investree. Platform P2P lending ini menghadapi masalah regulasi dan kepercayaan publik setelah beberapa kasus gagal bayar. Kejadian-kejadian ini memperlihatkan bagaimana ketergantungan terhadap pendanaan eksternal dan kurangnya fondasi bisnis yang kuat dapat menggoyahkan masa depan industri.
Data juga menunjukkan peningkatan pengangguran muda di Indonesia. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat dari pada Agustus 2024, terdapat 7.465.599 pengangguran di Indonesia. Sementara itu, pada Februari 2024, terdapat 3,6 juta Gen Z berusia 15 hingga 24 tahun yang menganggur.
Kondisi ini diperparah dengan lambatnya pertumbuhan sektor manufaktur dan banyaknya perusahaan yang terpaksa melakukan PHK massal. Ketidakmampuan industri untuk menyerap tenaga kerja mendorong lebih banyak pencari kerja beralih ke sektor publik, seperti halnya menjadi ASN tadi.
Menyemarakkan Kembali Sektor Swasta dan UMKM
Untuk mengatasi permasalahan ini, pemerintah harus melakukan intervensi guna mendukung sektor swasta dan UMKM, sebagai salah satu solusi masalah ketenagakerjaan Indonesia.
Salah satu upaya yang bisa dilakukan misalnya dengan peningkatan akses pembiayaan untuk UMKM. Studi oleh Hilmawati (2021) dan Hidayat, dkk (2024) menunjukkan bahwa literasi keuangan dan akses terhadap pembiayaan adalah salah satu faktor utama yang memengaruhi kinerja serta keberlangsungan usaha UMKM. Pemerintah dapat memperluas program kredit usaha rakyat (KUR) dengan bunga rendah dan memberikan pelatihan kepada pelaku UMKM untuk meningkatkan manajemen keuangan mereka.
Selanjutnya, perlu juga terus adanya pengembangan ekosistem digital untuk UMKM. Menurut penelitian oleh McKinsey & Company (2020) berjudul “Overview of MSMEs in Asia-Pacific Regions”, digitalisasi dapat meningkatkan produktivitas UMKM hingga 20–30%. Pemerintah dapat bekerja sama dengan sektor teknologi untuk menyediakan platform digital yang ramah bagi UMKM, termasuk pelatihan penggunaan teknologi.
Reformasi regulasi tenaga kerja juga perlu dilakukan. Sebuah studi oleh World Bank (2021) merekomendasikan agar pemerintah memperbaiki regulasi ketenagakerjaan untuk menciptakan fleksibilitas pasar kerja. Reformasi ini mencakup insentif pajak bagi perusahaan yang merekrut pekerja muda dan penghapusan birokrasi yang menghambat investasi swasta.
Terakhir, perlu terus adanya pengembang atau diversifikasi sektor ekonomi. Dalam hal ini, Pemerintah perlu mendorong investasi di sektor-sektor yang kurang berkembang tetapi memiliki potensi besar, seperti agribisnis, energi terbarukan, dan pariwisata berkelanjutan. Langkah ini akan membuka peluang kerja baru bagi angkatan kerja muda.
Upaya-upaya ini tentu penting dilakukan guna menyerap tenaga kerja yang tidak bisa diakomodasi oleh pemerintah dalam rekrutmen ASN, juga yang tidak kalah penting adalah menggairahkan kembali sektor swasta agar terus tumbuh, membangun inovasi bisnis, dan menyerap tenaga kerja yang kelak pada akhirnya berkontribusi menjadi sumber pendapatan negara.