Penulis: Luthfi Hamdani
Pak Faisal Basri telah tiada. Kita kehilangan salah satu ekonom senior yang sederhana sebagai individu namun tajam dalam analisis, kuat argumentasinya berdasarkan data dan keras serta tegas kritiknya pada pemerintah juga pelaku usaha.
Beberapa bulan terakhir beliau jadi begitu sering tampil di media sosial, khususnya dalam beragam podcast di Youtube. Topik-topik yang diperbincangkan mulai dari utang negara, tambang nikel, pengendalian produk tembakau (rokok), hingga KKN dan demokrasi.
Saya adalah penggemar beliau. Menyimak obrolan-obrolan tersebut, dan membaca tulisan-tulisan beliau di buku-buku terbitan INDEF seolah tengah mendapat kuliah bernilai puluhan SKS. Pak Faisal selalu kaya perspektif, namun tegas bahwa tujuan beliau ingin kondisi ekonomi yang jauh lebih baik dan menguntungkan bagi Indonesia, khususnya generasi yang akan datang.
Ulasan-ulasan pak Faisal Basri dibangun dalam fondasi kajian ekonomi politik atau ekonomi kelembagaan. Ini adalah cabang ilmu ekonomi yang memandang bahwa struktur kekuasaan akan mempengaruhi pencapaian ekonomi.
Ilmu ekonomi hadir dari masalah sosial yang dihadapi manusia, berupa; tidak hanya sekadar kajian tentang alokasi sumber daya yang terbatas dan upaya membangun kerjasama ataupun kompetisi sehingga tidak terjadi konflik. Juga topik-topik seperti pertumbuhan kesempatan kerja dan distribusi pendapatan.
Namun upaya-upaya tersebut tidak hadir dalam ruang kosong. Ia dihadapkan pada keberadaan berbagai aktor, mulai pasar, rumah tangga konsumen dan pemerintah (penyelenggara politik).
Di tengah-tengah, pemikir ekonomi-politik seperti pak Faisal Basri atau juga Prof. Ahmad Erani Yustika hadir mengisi ruang asimetri informasi, insentif hingga perbaikan beragam regulasi yang notabene produk dari proses politik.
Mekanisme pasar, investasi dan harga, misalnya, harus dikelola oleh aktor-aktor baik negara maupun swasta yang selalu dikontrol perilaku mementingkan diri sendiri masing-masing. Sehingga dengan kontrol, perbaikan penyelenggara, proses maupun produk politik ini sumber-sumber daya ekonomi yang terbatas ini bisa terdistribusi dan mensejahterakan seluruh lapisan masyarakat Indonesia.
Kritik-kritik dan saran Pak Faisal Basri kepada pemerintah dan pelaku usaha, keterlibatannya dalam partai politik, hingga edukasinya kepada generasi muda adalah bagian dari upaya mewujudkan cita-cita mulia ekonomi tersebut.
Kita beruntung belajar ilmu, cara berpikir dan keteladanan sikap dari beliau.
Rest in Peace.