Penulis: Muhammad Luthfi Hamdani
Memahami tumbuh kembang anak tampaknya adalah salah satu modal yang wajib disiapkan calon orang tua. Tentu selain persiapan secara materil yang juga tidak bisa dinomorduakan.
Demikian kurang lebih inti obrolan kemarin siang (23/8) bareng mas Akbar Pandu Setiawan ( @akbarpandusetiawan ). Beliau berprofesi sebagai praktisi terapi wicara dan punya beragam pengalaman membersamai anak-anak yang “berbeda” dalam tumbuh kembangnya.
Sebagai orang tua, musti paham dulu bahwa lima tahun pertama anak ini ibarat “Golden Age” ++. Ya, kalau biasanya dihitung hanya 1000 hari pertama sejak masa kandungan sampai usia dua tahun, Mas pandu memperpanjangnya sampai lima tahun.
Peran orang tua membersamai anak mereka jadi begitu penting. Menurutnya, kalaupun terbatas di kuantitas, setidaknya harus dinaikkan kualitasnya. Anak butuh kita, orang tua, untuk merasa aman dan nyaman, berlatih imitasi, menumbuhkan kepercayaan diri, berinteraksi sosial, kepekaan, hingga menyempurnakan kecerdasan.
Mengerti perubahan fase anak juga penting, kapan cukup tummy time, kapan mulai harus terbiasa merespon, kapan mulai harus bicara dan berjalan, dan kapan yang lain.
Bermain juga satu aktifitas yang sangat penting, tapi banyak disepelekan. Mengutip salah satu pakar, mas Pandu bilang: “Kalau ikan harus bisa berenang, burung harus bisa (belajar) terbang, maka anak-anak harus bisa bermain.” Bermain adalah identitas, dan sama berharganya dengan keterampilan bertahan hidup bagi dua spesies tadi.
Implikasinya adalah: kebiasaan orang tua memberikan waktu screen time kepada anak untuk nonton TV, lebih-lebih bermain smartphone dan tablet adalah kesalahan besar. Apalagi lebih dari satu jam per hari, dan apalagi tanpa didampingi. Apalagi nonton tontonan yang menimbulkan rangsang berlebih (over-stimulasi) atau tidak sesuai usia.
Punya anak balita itu melelahkan, menguras emosi, tenaga dan juga kantong, hehe. Namun dari pengalaman mas Pandu, di closing statement:
“Lebih baik capek sekarang, daripada capek nanti. Atau bahkan capek seumur hidup. Sebab sekali anak tertinggal tumbuh kembangnya, bakal butuh biaya dan upaya ekstra untuk mengejar ketertinggalannya.”