Penulis: Faizul Iqbal
Pendahuluan
Pandemi Covid-19 telah memberikan dampak luar biasa berupa krisis kesehatan maupun krisis perekonomian global secara keseluruhan. Pemerintah di seluruh dunia telah memperkenalkan peraturan yang membatasi mobilitas dan interaksi sosial dengan tujuan utama untuk membatasi penyebaran Covid-19.
Alhasil, suppy chain global turut terhambat. Neraca perdagangan global tentunya melemah akibat resesi ekonomi dari seluruh negara di dunia. Meskipun dalam kwartal III tahun 2021, kondisi ekonomi global mulai membaik.
IMF memprediksi negara berkembang dan berpenghasilan rendah akan sulit untuk bangkit secara cepat. Hal ini dikarenakan vaksinasi yang rendah, pengetatan pasar keuangan, dan meningkatnya beban utang mengancam pemulihan yang sudah rapuh (IMF, 2022).
Lembaga OECD memprediksi jika tidak seimbangnya pemulihan ekonomi bukan hanya perbandingan antara negara maju dengan negara berkembang, melainkan antar negara maju seperti Amerika dan Uni-Eropa.
Baca juga: Kuliah Bisnis Digital Terbaik di Surakarta
Meskipun kondisi ketenagakerjaan Amerika masih lemah, tetapi pertumbuhan ekonomi mereka lebih cepat dari pada kawasan Uni-Eropa. OECD juga menjelaskan jika pasar tenaga kerja mengalami ketidakseimbangan dari supply dan demand.
Banyak orang yang kesulitan mencari pekerjaan tetapi disisi lain juga banyak yang kesulitan mendapatkan tenaga kerja yang sesuai. Hal ini terjadi karena pandemi covid-19 telah menumbuhkan ekosistem, mekanisme kerja, dan keterampilan baru sehingga tenaga kerja dituntut beradaptasi dengan kehidupan baru dalam ruang ketenagakerjaan.
Indonesia sebagai salah satu negara yang terdampak Covid-19 telah berupaya untuk mengurangi penyebaran Covid-19 melalui tindakan non-medis. Kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah pada tahun 2021 ini adalah Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).
Kebijakan PPKM dilakukan karena munculnya lonjakan kasus Covid-19 termasuk dari varian baru. Peraturan pemerintah yang mengharuskan masyarakat membatasi kegiatan di luar rumah untuk memutus rantai penyebaran virus Covid-19 seperti pemberlakuan PPKM, telah memberikan dampak pada pekerja khususnya yang bekerja pada perusahaan yang harus mengurangi atau bahkan berhenti berproduksi.
Dampak Pandemi bagi Ketenagakerjaan
Berbagai ancaman harus dihadapi oleh pekerja di masa pemberlakuan PPKM di antaranya berupa pemutusan hubungan kerja (PHK) atau pekerja dirumahkan untuk sementara, para pekerja yang mengandalkan pendapatan dari gaji atau upah harian, mingguan hingga bulanan dapat mengalami pengurangan penghasilan ataupun penundaan gaji.
Ancaman-ancaman itu bisa benar-benar terjadi karena pemberlakuan PPKM menyebabkan penurunan penghasilan sebagian besar perusahaan karena terganggunya proses produksi dan pemasaran produk, serta meningkatnya beban pengeluaran baik bagi perusahaan besar, menengah maupun kecil.
Hasil Sakernas 2021 menunjukkan adanya lonjakan tingkat pengangguran terbuka (TPT) sebesar 0,23%. dari Februari ke Agustus 2021 dengan konsentrasi peningkatan di wilayah perkotaan sebesar 8,32% dibanding di wilayah perdesaan sebesar 4,17%.
Pembatasan mobilitas masyarakat tentunya juga menurunkan tingkat daya beli masyarakat terhadap kebutuhan barang dan jasa yang sebagian besar perputaran ekonomi digerakkan kelompok UMKM.
Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (KemenkopUKM) bulan Maret 2021, jumlah UMKM mencapai 64,2 juta dengan kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto sebesar 61,07 persen atau senilai Rp8.573,89 triliun. UMKM mampu menyerap 97 persen dari total tenaga kerja yang ada, serta dapat menghimpun sampai 60,42 persen dari total investasi di Indonesia.
Dalam sektor perindustrian, PPKM telah memberikan dampak kepada 1595 perusahaan di seluruh wilayah Indonesia yang terpaksa melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap para karyawannya pada bulan Agustus 2021.
Lebih dari 170.000 tenaga kerja terpaksa kehilangan pekerjaannya. Menurut data Badan Pusat Statistik, tingkat kemiskinan mengalami kelonjakan tajam dari 2019 sebesar 24 juta menjadi 27,5 juta di semester II tahun 2020. Pemulihan ekonomi secara bertahap hanya menurunkan angka kemiskinan menjadi 26,5 juta pada semester II tahun 2021.
Perlindungan bagi Ketenagakerjaan
Jaminan sosial pekerja telah dilindungi oleh n UU nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN) dan UU No.24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (UU BPJS). Di dalam UU SJSN mengintegrasikan program bantuan sosial dengan program jaminan sosial.
Integrasi kedua program perlindungan sosial tersebut diwujudkan dengan mewajibkan Pemerintah untuk mensubsidi iuran JKN dan keempat program jaminan sosial lainnya bagi orang miskin dan orang tidak mampu. Kewajiban ini dilaksanakan secara bertahap dan dimulai dari program JKN.
Pemerintah memberikan relaksasi mengenai penundaan pembayaran yang tertuang dalam Perpres 64/2020 yang diterbitkan pada situasi pandemi Covid-19. Dalam situasi pandemi Covid-19 saat ini, peserta JKN yang menunggak dapat mengaktifkan kembali kepesertaannya dengan hanya melunasi tunggakan iurannya selama 6 bulan, hal ini memberikan kelonggaran dari keharusan pelunasan selama 24 bulan.
Selain relaksasi iuran jaminan sosial, pemerintah melakukan proteksi Program bantuan subsidi upah (BSU). Program ini sebagai wujud implementasi yang dilakukan pemerintah dalam upaya melakukan pemulihan ekonomi nasional dalam rangka memberikan atau mendukung kebijakan keuangan negara untuk penanganan pandemi Corona (Covid-19) yang terjadi di tahun 2020.
Payung hukum mengenai program bantuan pemerintah berupa subsidi gaji/upah ini telah diterbitkan oleh Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziah yang tertuang dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 14 tahun 2020 (Permenaker No.14/2020) tentang Pedoman Pemberian Bantuan Pemerintah Berupa Subsidi Gaji/Upah Bagi Pekerja/Buruh dalam Penanganan Dampak Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).
Selain perlindungan berupa subsidi kepada para pekerja, pemerintah juga memberikan bantuan subsidi kepada Angkatan kerja yang belum/tidak bekerja dengan catatan tidak sedang menempuh Pendidikan dalam program kartu prakerja. Pemerintah bermitra dengan platform pelatihan kerja sebagai upaya pembekalan untuk pekerja yang terkena dampak PHK, pekerja informal, serta Angkatan kerja yang belum mendapatkan pekerjaan.
Kartu prakerja dianggap sebagai semi-bantuan sosial untuk ketenagakerjaan meskipun pada praktiknya prakerja dihadirkan untuk menyiapkan angkatan kerja yang lebih berkompetensi,unggul, dan berdaya saing.
Kesimpulan dan Rekomendasi
Hubungan antara perusahaan dengan pekerja dapat dianalogikan seperti tubuh manusia. Bila satu bagian sakit, maka bagian tubuh yang lainnya akan sakit. Oleh karena itu, sama halnya dengan yang dialami oleh perusahaan, pekerja formal maupun informal juga merasakan betapa pahitnya dampak PPKM Darurat.
Sebagian pekerja terpaksa harus rela dirumahkan tanpa menerima upah, atau hanya menerima sebagian dari upah yang biasa mereka terima, meskipun dengan perjanjian akan dipekerjakan kembali bila keadaan membaik.
Sebagian lagi mengalami PHK, baik dengan pesangon sesuai peraturan, maupun dengan pesangon yang jumlahnya tergantung pada pemberian perusahaan.
Hal yang cukup menggembirakan adalah bahwa bantuan pemerintah, antara lain relaksasi pembayaran iuran Jamsos Ketenagakerjaan dan bantuan subsidi upah telah menunjukkan adanya penanggulangan nyata demi melindungi kesejahteraan pekerja dan menjaga daya beli masyarakat sehingga perputaran ekonomi dalam angka yang cukup stabil.
Rekomendasi
Berdasarkan kesimpulan sebagaimana dijelaskan di atas, maka berikut ini disampaikan beberapa kebijakan yang harus ditempuh, yakni:
- Peningkatan dan penyesuaian bantuan pemerintah bagi pekerja
Dukungan pemerintah pusat melalui APBN seperti yang sudah dan yang akan dilaksanakan harus semakin ditingkatkan agar perusahaan dapat bertahan dan tidak melakukan PHK atau merumahkan pekerja. Pemerintah bisa mengoptimalkan dan memperluas cakupan pemberi bantuan subsidi upah (BSU) kepada pekerja informal dan pekerja bebas yang masuk dalam kategori pekerja rentan. Prakerja menjadi opsi yang terus dilanjutkan demi mendukung ekonomi pekerja terdampak dalam pemulihan ekonomi tahun 2022 ini.
- Perlindungan pekerja
Pandemi menimbulkan dampak perekonomian yang luar biasa khusususnya kepada para pekerja. Bayang-bayang PHK masih akan selalu menghantui para pekerja khsusunya untuk para pekerja kontrak jangka pendek dan menengah. Diperlukan regulasi yang lebih teknis mengatur terkait nasib pekerja kontrak di masa pandemi saat ini. Penguatan produk hukum untuk jaminan sosial pekerja dan pesangon PHK perlu terus dikawal sebagai bentuk perlindungan nyata pemerintah terhadap rakyat.
DAFTAR PUSTAKA
https://fecon.uii.ac.id/blog/2021/07/26/dijalankannya-ppkm-darurat-bagaimana-dampak-pada-umkm/.
https://www.bps.go.id/subject/6/tenaga-kerja.html#subjekViewTab3
https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/berita/pemerintah-terus-perkuat-umkm-melalui-berbagai-bentuk
https://www.oecd.org/economic-outlook/
https://www.who.int/emergencies/diseases/novel-coronavirus-2019
Poerwanto, Eko Budi. 2021. Kebijakan jaminan sosial di masa pandemi. Bogor . Pustaka Amma Alamia.