Penulis: Faizul Iqbal (Kontributor Forka.id)
Pendahuluan
Perubahan iklim telah diidentifikasi sebagai satu-satunya resiko terbesar penghambat pembangunan. Dunia kerja dapat dipengaruhi oleh berbagai aspek perubahan iklim termasuk panas ekstrim, banjir, kekeringan, penyakit, atau hama yang merusak tanaman.
Suhu panas yang berlebihan saat bekerja pada suhu diatas 35º celcius menciptakan resiko kesehatan kerja dan mengurangi kapasitas serta produktivitas tenaga kerja. Panas yang meningkat di tempat kerja ini menjadi perhatian kepada siapapun yang bekerja di luar atau di dalam ruangan tanpa pengendalian suhu lingkungan yang efektif (ILO, 2016).
Di Afrika Selatan, Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita diperkirakan menurun hingga 20% pada tahun 2100 jika pemanasan terjadi pada prediksi garis atas 3,5 derajat Celcius, menurut sebuah studi tahun 2020 yang ditulis bersama oleh para peneliti di lembaga Euro-Mediterranean Center on Climate Change (CMCC) di Venesia, Italia.
Sebagian besar dampaknya ditanggung oleh pekerja luar ruangan yang sering kali berketerampilan rendah di bidang pertanian, pertambangan, penggalian, dan konstruksi (DW,2021).
Perubahan iklim juga merupakan salah satu akar penyebab migrasi, seperti yang dijelaskan UNFCCC perjanjian Prancis 2015 bahwa perubahan iklim dan degradasi lingkungan mendorong migrasi lingkungan dengan potensi untuk mengubah pola migrasi tenaga kerja.
Dunia telah mengalami perubahan struktural di pasar tenaga kerja sebelumnya. Namun, perubahan iklim akan berdampak besar pada pekerjaan terutama pasar tenaga kerja negara berkembang.
Meskipun dampak secara global perubahan iklim akan diterima oleh semua negara, tetapi negara berkembang akan menjadi korban yang lebih buruk mengingat negara berkembang memiliki finansial yang lemah dan tidak memiliki mitigasi dampak perubahan iklim (ILO, 2016).
Baca juga: Kuliah Bisnis Digital Terbaik di Surakarta
Lebih dari 143 juta orang di Asia Selatan, Afrika Sub-Sahara dan Amerika Latin berisiko terkena dampak langsung perubahan iklim. Kekeringan, gagal panen, dan naiknya air laut akibat perubahan iklim bisa memaksa jutaan orang pindah ke tempat lain, yang berpotensi tidak siap untuk menerima masuknya orang-orang tambahan.
Laporan yang sama juga menunjukkan bahwa jenis migrasi ini akan naik hingga 2050 mendatang. Pengecualiannya adalah jika ada penurunan signifikan pada emisi gas rumah kaca.
Jumlah migrasi tersebut mencakup kemungkinan 86 juta imigran dari Afrika Sub-Sahara, 40 juta dari Asia Selatan dan 17 juta dari Amerika Latin. Ketiga wilayah itu disebut mewakili 55 persen dari total populasi di seluruh negara berkembang.
Laporan tersebut juga menyebut daerah-daerah paling miskin adalah wilayah yang paling rentan terkena dampak langsung perubahan iklim.
Adapun, wilayah-wilayah yang akan diserbu oleh gelombang migrasi besar-besaran ini, di antaranya adalah kota-kota di dataran rendah, kawasan pesisir, serta beberapa daerah lainnya yang memiliki sumber air dan pertanian berkapasitas tinggi.
Ketika wilayah-wilayah di atas dibanjiri oleh para migran akibat perubahan iklim, maka trennya akan berubah menjadi ‘bencana titik temu’, yang akan berdampak pada penurunan kualitas daya tampung. (World Bank, 2018).
Mitigasi dan Adaptasi
Indonesia sendiri menjadi negara yang paling rawan terkena dampak perubahan iklim. Ada ribuan pulau kecil yang terancam kenaikan air laut ke permukaan. Beberapa kota di pesisir jawa mulai terkena dampak seperti Jakarta, Semarang, dan Surabaya.
Dampak lainnya yaitu berubahnya siklus musim tanam yang merugikan para pelaku di sektor pertanian. Menurunnya produktivitas pertanian memicu peralihan tenaga kerja ke sektor lainnya yang lebih menguntungkan.
Jika tidak ada mitigasi perubahan iklim, dikhawatirkan akan semakin meningkatkanya tingkat pengangguran terbuka serta memicu kelonjakan kemiskinan di Indonesia.
Dalam konteks perubahan iklim, migrasi paling sering dipandang sebagai kegagalan adaptasi. Namun, migrasi dapat menjadi respon adaptif yang penting bagi orang-orang yang menghadapi perubahan lingkungan atau bencana yang lambat. Menurut ILO migrasi tenaga kerja bila diatur sesuai dengan standar perburuhan internasional dapat memainkan peran penting dalam pembangunan baik negara asal maupun tujuan.
Migrasi tenaga kerja dapat digunakan untuk meningkatkan ketahanan dalam masyarakat melalui generasi remitansi, transfer pengetahuan dan keterampilan serta pengembangan jaringan yang dapat mengarah pada kewirausahaan dan pasar baru.
Jika para migran yang melintasi perbatasan karena faktor-faktor terkait iklim dapat melakukannya melalui jalur yang aman dan teratur serta dapat mengakses format peluang kerja, kemungkinan besar mereka akan berkontribusi positif bagi pembangunan negara asal mereka.
Pada saat yang sama, migrasi dapat mengurangi tekanan populasi pada lingkungan yang stres iklim dan dapat menguntungkan negara tujuan dengan membantu mengisi kekurangan tenaga kerja. Kebijakan adaptasi dan mobilitas tenaga kerja yang dikelola dengan baik dan berbasis hak dapat memberikan peluang untuk meningkatkan ketahanan dan meningkatkan pembangunan sekaligus mengurangi risiko perpindahan di masa depan.
Pemerintah bisa memanfaatkan pengembangan kesempatan kerja yang layak di luar negeri, semakin banyak negara yang mulai menetapkan kebijakan atau rencana aksi migrasi tenaga kerja nasional yang mencerminkan kebutuhan penduduk yang sangat terpengaruh oleh variabel perubahan iklim.
Tindakan gabungan diperlukan untuk mengatasi isu-isu terkait perubahan iklim. Pengembangan pengembangan kesempatan kerja hijau dapat dilakukan bersamaan dengan intervensi untuk meningkatkan tata kelola migrasi tenaga kerja dan perlindungan pekerja migran untuk mengurangi dampak buruk terkait perubahan iklim (ILO, 2018).
Kesimpulan
Cepat atau lambat perubahan iklim telah memberikan dampak bagi segala aspek kehidupan manusia khususnya dalam sektor ketenagakerjaan. Bencana alam, kekeringan, peningkatan suhu panas, kenaikan permukaan air laut hingga penyakit menjadi ancaman terbesar manusia di masa mendatang jika tak mempersiapkan diri menghadapi kenyataan perubahan iklim yang kian hari kian mulai terasa.
Manusia didorong untuk bisa beradaptasi dalam hal pasar tenaga kerja, ruang lingkup sosial, hingga penggunaan teknologi yang lebih ramah lingkungan. Migrasi tenaga kerja menjadi dampak paling besar dari dampak perubahan iklim akibat pencarian sumber daya yang lebih baik dan layak karena penyempitan area kesempatan kerja.
Dengan mitigasi yang efektif dan efisien, diharapakan tatanan sosial khususnya dalam sektor ketenagakerjaan bisa menuju arah yang positif.
Rekomendasi
Berikut rekomendasi yang dapat dilakukan untuk mengoptimalkan mitigasi serta Langkah tepat menghadapi dampak perubahan iklim :
- Mengintegrasikan kerangka hukum nasional dengan lingkungan hidup dengan tujuan yang terkait dengan ketenagkerjaan. Payung hukum memberikan kepastian dalam langkah adaptasi perubahan iklim dan langkah mitigasi yang ramah lingkungan.
- Dialog sosial dapat memainkan peran penting dalam memaksimalkan adaptasi pekerjaan terhadap perubahan iklim.
- UMKM menjadi mitra yang sangat penting dalam adaptasi perubahan iklim. Hal ini dikarenakan UMKM lah yang menjadi bagian yang paling relevan hingga skala lokal dalam penanggulangan yang efektif dari dampak perubahan iklim.
- Meningkatkan alat dan metode untuk mengidentifikasi manfaat pekerjaan yang secara khusus dikaitkan dengan investasi yang mengarah kepada pertumbuhan yang produktif, inklusif, dan Investasi dalam infrastruktur yang diperlukan untuk konservasi, pengolahan dan penyediaan air, dapat meningkatkan jumlah dan kualitas pekerjaan di seluruh perekonomian.
- Pengembangan keterampilan juga merupakan strategi adaptasi karena membantu pekerja yang dipindahkan untuk pindah ke sektor-sektor di mana ada pertumbuhan lapangan kerja, sehingga melindungi mereka dari kehilangan pendapatan dan dampak buruk lainnya dari perubahan iklim. Kekurangan keterampilan akan menjadi kendala dalam pelaksanaan tindakan adaptasi dan mitigasi.
Sumber Referensi
A report prepared by the International Labour Organization (ILO) for the G20 Climate Sustainability Working Group (CSWG) under the Argentine G20 Presidency in 2018.
https://www.dw.com/id/stres-akibat-udara-panas-ancam-produktivitas-tenaga-kerja/a-58055605
https://www.ilo.org/global/topics/labour-migration/climate-change/green-jobs/lang–en/index.htm.
Olsen, Lene. 2009. The Employment Effects of Climate Change and Climate Change Responses: A Role for International Labour Standards?. Global Union Research Network.
Report Groundswell: Preparing For Internal Climate Migration. International Bank for Reconstruction and Development / The World Bank 2018.
UNDP. 2016. Climate Change and labour: Impact of Heat in the Workplace