Penulis: Luthfi Hamdani
Ekonomi sebagai ilmu semula muncul dari masalah yang dihadapi umat manusia; keterbatasan sumber daya. Dari keterbatasan (kelangkaan) tersebut, implikasinya adalah musti ada upaya alokasi yang efisien dan upaya menyusun formulasi kerjasama maupun kompetisi untuk mengindari konflik.
Sedang politik sebagai ilmu berdiri di atas tiga konsep; politik sebagai pemerintah dengan segala intervensi berupa regulasi, politik sebagai otoritas alokasi nilai (misal keadilan dan pemerataan) dan politik sebagai publik dimana output dari seluruh aktifitas politik adalah urusan bersama (public concern).
Ekonomi-Politik semula berkembang bersama. Sebelum akhirnya pisah jadi dua ilmu murni. Yustika (2014) menuliskan kombinasi keilmuan ini semula dikenalkan oleh penulis Prancis Antoyne de Mochetien (1575-1621) lalu dibesarkan oleh John Stuart Mill (1806-1873).
Meskipun pada perkembangannya, ekonomi dan politik punya analisis dan asumsi-asumsi dasar yang berbeda, kedunya semakin menarik dikaji sebab punya perhatian pada isu yang sama: koordinasi kegiatan manusia, mengelola konflik, alokasi beban dan keuntungan, dan penyediaan kepuasan pada kebutuhan manusia.
Kajian ekonomi politik begitu dekat dengan realitas sosial yang sehari-hari kita jumpai. Setidaknya itu yang diulas oleh Prof. Ahmad Erani Yustika dalam buku “Ekonomi Politik; Kajian Teoretis dan Analisis Empiris” (2014) dan “Di Bawah Bendera Pasar” (2017).
Buku pertama membahas utang luar negeri, privatisasi BUMN, pengelolaan SDA, kemiskinan, reformasi pertanahan, kasus BLBI sampai relasi entitas etnis dalam pembangunan. Fenomena yang mungkin semula kita anggap isu-isu makroekonomi biasa, ternyata erat sekali kaitannya dengan politik (pemerintah) dan relasi-relasi kekuasaannya.
Buku kedua tak kalah menarik. Tapi intinya penulis mengamati pergeseran pendulum dari nasionalisme ekonomi menuju liberalisasi ekonomi. Dari yang semula tertutup, jadi lebih bebas dan terbuka. Perpindahan dari Orde Lama, ke Orde Baru lalu ke Orde Reformasi – yang didorong bukan sekadar faktor ideologis, namun lebih oleh politik dan pragmatisme.