Penulis: Luthfi Hamdani
Seringkali kita terlalu sibuk memikirkan masa lalu yang sudah lewat, atau justru terbebani oleh masa depan yang belum pasti?
Berupa beban kesalahan masa lalu, trauma masa remaja, berita peperangan di Timur Tengah yang diprediksi akan mempengaruhi ekonomi kita, ancaman perang rudal, kemerosotan ekosistem, dan banyak lagi.
Padahal, sejatinya kunci kebahagiaan ada di “saat ini”. Eckhart Tolle dalam bukunya The Power of Now, menulis bahwa hidup hanya terjadi sekarang.
Masa lalu cuma kenangan, masa depan cuma harapan. Ya, keduanya kalau dipikir-pikir nggak nyata.
Sehingga, kalau kita terus terjebak di sana, yang ada hanya kecemasan dan ketakutan.
Banyak sebagian dari kita yang mengira kebahagiaan ada di periode “nanti”, misalnya dengan angan-angan “Kalau sudah kaya, baru bahagia.” “Kalau sudah punya ini-itu, baru tenang.”
Padahal, kebahagiaan gak bisa ditunda. Ia selalu ada di sini, di detik ini.
Ketika kita sadar sepenuhnya pada momen sekarang, kita menemukan kedamaian, cinta, bahkan makna hidup.
Baca Juga: Pilihan Terbaik untuk Menerbitkan Karyamu Menjadi Buku
Dengan cara yang sangat sederhana: cukup berhenti sejenak, tarik napas, bersyukur dan sadari bahwa hidup terjadi sekarang.
Seringkali, kita juga gak sepenuhnya “hadir” di tempat kita berada. Pikiran melayang ke mana-mana: pekerjaan dan bisnis, rencana besok, tempat-tempat yang jauh atau hal-hal yang bikin stres.
Berada “di sini” sama pentingnya dengan “saat ini”. Sadar sepenuhnya saat berada di lokasi kita berada, jadi sumber kebahagiaan juga.
Kebahagiaan sejati bukan sesuatu yang kita kejar di luar. Ia sudah ada di dalam, hanya saja sering tertutup dengan pikiran yang berlebihan.
Kita terlalu banyak menilai, menganalisis, atau khawatir, sampai lupa menikmati hal-hal kecil yang membuat hidup kita berarti.
Seperti ngobrol dengan pasangan, bermain dengan anak, musyawarah dengan orangtua, brainstorming dengan rekan kerja, dan banyak lagi.
Mari mulai coba praktikkan prinsip hidup di “saat ini” dan “di sini”. Melepaskan beban masa lalu, mengurangi khawatir pada masa depan.
Bahagia itu pada akhirnya bukan tujuan, tapi cara kita menjalani setiap detik dengan sadar dan bermakna.














