Penulis: Luthfi Hamdani
Pembahasan ekonomi ramah lingkungan semakin sering muncul. Hal ini antara lain karena intensitas bencana, dampak perubahan iklim, dan kejadian ekstrem lainnya semakin sering terjadi akibat perubahan lingkungan yang signifikan.
Dihadapkan pada ancaman tersebut, konsep dan praktik ekonomi ramah lingkungan atau ekonomi hijau menjadi salah satu opsi solusi, dimana ekonomi ramah lingkungan ini mencakup tiga kata kunci, yaitu: ekonomi, inklusi sosial dan lingkungan (UNEP, 2021).
United Nations Environment Programme (UNEP) adalah salah satu pemrakarsa pengembangan konsep ekonomi ramah lingkungan, menegaskan bahwa disamping mengedepankan kesejahteraan manusia dan kesetaraan sosial, diperlukan pula upaya untuk mengurangi risiko terhadap lingkungan dan kelangkaan ekologis (Alcamo et al., 2014)
Menurut Loiseau et al., (2016) dijelaskan bahwa ekonomi ramah lingkungan merupakan sebuah konsep “payung” yang mencakup berbagai implikasi terkait pertumbuhan, kesejahteraan, efiesiensi, serta kegiatan untuk mengurangi risiko penggunaan sumber daya alam (SDA) yang bertujuan untuk mendukung transisi yang berkelanjutan.
Pekerjaan rumah kedepan adalah terus menerjemahkan konsep ekonomi ramah lingkungan ini ke dalam level operasional. Ekonomi ramah lingkungan harus diwujudkan dalam program, panduan teknis, hingga Standar Operasional Prosedur (SOP) pelaku usaha.
Salah satu referensi menarik adalah buku hasil riset dari kerjasama periset BRIN dan BPS, berjudul “Praktik Ekonomi Hijau di Indonesia” (2023). Setiap artikel dalam buku ini adalah hasil analisis deskriptif-kualitatif terhadap data dan informasi yang dikumpulkan dari beragam daerah di Indonesia; Aceh sampai Papua.
Kesimpulannya, ekonomi ramah lingkungan tidak harus dibangun di atas teknologi canggih, namun bisa dalam praktik ekonomi yang dijalankan berdasar kearifan lokal turun temurun. Misalnya berupa pengelolaan kebun kopi organik di Aceh, Budidaya lebah madu di Sumbar, Pengelolaan limbah elektronik di Jakarta
Lalu konservasi ekosistem Mangrove di Semarang, Pertanian lahan gambut berbasis komunitas di Kalbar, hingga Pembangunan perikanan skala kecil di Maluku Utara.
Tujuan akhirnya adalah, sebagai negara yang meratifikasi Paris Agreement untuk berkomitmen mengurangi Gas Rumah Kaca (GRK), maka perlu referensi bagi kita menjalankan ekonomi ramah lingkungan sesuai dengan karakteristik khas Indonesia. Terkhusus dengan sumber daya, praktik dan kearifan yang sudah familiar dengan masyarakat.
Buku berikutnya yang menarik dibaca terkait operasionalisasi ekonomi ramah lingkungan berjudul; “Manajemen Lingkungan Hidup untuk Bisnis; Teori dan Aplikasi” (2020). Buku yang ditulis Wijanto Hadipuro ini memberikan kerangka praktis apa saja yang bisa dilakukan oleh pelaku usaha sebagai bagian dari ekonomi ramah lingkungan.
Beberapa di antara yang penting diterapkan adalah: manajemen limbah, konsep dan pengukuran produktifitas ramah lingkungan (hijau), penggunaan teknologi dan proses produksi ramah lingkungan, ISO 14000, pajak dan subsidi lingkungan, serta perlunya ruang keterlibatan dan peran Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dalam mengawal jalannya praktik bisnis yang ramah lingkungan.
Opsi-opsi praktis atau operasional dari konsep ekonomi ramah lingkungan ini perlu terus mendapat perhatian, oleh semua pihak yang berkepentingan dengan pertumbuhan ekonomi yang inklusif, mengutamakan kesejahteraan manusia dan alam.