Penulis: Luthfi Hamdani
Dari buku “Kecerdasan Emosional” karya Daniel Goleman, saya belajar bahwa balita punya kepekaan emosional yang luar biasa. Mereka bisa menangkap suasana hati orang-orang yang ada di dekatnya, khususnya kedua orangtuanya.
Apa yang mereka rasakan, adalah cerminan suasana hati kita. Goleman menuliskan:
“Even infants ‘catch’ moods: Three-month-old babies of depressed mothers, for example, mirrored their mothers’ moods while playing with them, displaying more feelings of anger and sadness, and much less spontaneous curiosity and interest…”
Pada akhirnya, menampilkan emosi positif berupa kebahagiaan, kepedulian dan optimisme sangat penting dalam setiap interaksi kita dengan mereka. Terutama pada fase empat tahun awal pertumbuhannya.
Saat kita, sebagai orang tua, gagal menunjukkan empati dan kegembiraan ketika bersama mereka, anak-anak akan mulai menghindari untuk mengungkapkan kedua perasaan tersebut. Lalu sangat mungkin bahkan terjebak merasakan emosi negatif yang sama.
Sebagai orang dewasa, pasti kita dihadapkan pada suasana emosional yang lebih rumit. Kondisi yang berubah-ubah seiring datang dan pergi kompleksitas masalah hidup sehari-hari.
Tapi tampaknya disitulah ‘seninya’ kecerdasan mengelola emosi. Satu aspek penting yang harusnya sudah kita siapkan jauh-jauh hari sebelum kehadiran mereka.