Secara khusus, perusahaan diharapkan untuk berkomitmen pada strategi pemasaran hijau karena beberapa alasan berikut:
(1) biaya bahan baku dan energi terus meningkat, (2) tekanan publik terus meningkat, (3) semakin meningkatnya kesadaran bahwa mengikuti praktik triple-bottom line dapat meningkatkan permintaan konsumen, dan (4) meningkatnya antipati konsumen terhadap globalisasi menyebabkan penguatan aktivitas LSM dibandingkan dengan kinerja hijau. (Cronin et al., 2011)
American Marketing Association mendefinisikan green marketing atau pemasaran hijau sebagai:
- Definisi terkait dengan retailing, pemasaran hijau diartikan sebagai pemasaran produk-produk yang dianggap aman untuk lingkungan.
- Definisi terkait dengan pemasaran sosial, pemasaran hijau adalah pengembangan dan pemasaran produk yang didesain sedemikian rupa agar efek negatif pada lingkungan minimal atau agar dapat meningkatkan kualitas lingkungan.
- Definisi terkait dengan lingkungan, pemasaran hijau adalah usaha organisasi untuk memproduksi, mempromosikan, mengemas, dan memperbaiki produk dengan menggunakan cara yang sensitif lingkungan atau responsif terhadap permasalahan lingkungan. (www.ama.org)
Berkaitan dengan pasar, ada kecenderungan konsumen semakin sadar lingkungan dan hal ini berakibat bahwa perusahaan harus makin memperhatikan kinerja lingkungannya.
Secara proaktif, pelaku usaha bisnis sosial bisa melakukan integrasi ramah lingkungan dengan minimalisasi limbah, menciptakan permintaan akan produk atau jasa yang ramah lingkungan, mendesain ulang produk dan proses produksi agar lebih ramah lingkungan, serta menerapkan akuntansi lingkungan secara penuh dan tentunya dengan menerapkan green marketing. (Hadipuro, 2020)
Baca Juga: Buku Referensi Membangun Bisnis Sosial
Putri et al., (2023) menuliskan modifikasi kerangka kerja 7P sebagai bauran pemasaran pemasaran ramah lingkungan, yaitu:
- Green Product: Pengembangan produk hijau bertujuan untuk mengurangi dampak lingkungan dari produksi, penggunaan, dan pembuangan produk dan jasa; prosesnya meliputi pemilihan bahan yang “ramah lingkungan”, antara lain pengurangan limbah, pencapaian efisiensi energi, dan penerapan strategi akhir masa pakai.
- Green Price: Pada perspektif taktis, perusahaan dapat melakukan tindakan penetapan harga, seperti potongan harga untuk mengembalikan kemasan yang dapat didaur ulang dan membebankan harga yang lebih tinggi untuk produk yang tidak ramah lingkungan. Dari perspektif strategis, perusahaan dapat menggunakan teknik seperti biaya siklus hidup (misalnya, menggabungkan biaya produk dari penelitian hingga pembuangan) untuk menentukan harga produk dalam konteks keberlanjutan.
- Green Place/Distribution: Hal ini bisa dilakukan dengan pemilihan lokasi usaha maupun saluran dengan cara yang meminimalkan kerusakan lingkungan. Sebagian besar kerusakan lingkungan terjadi selama proses produksi serta transportasi barang. Oleh karena itu, perusahaan harus menerapkan tindakan pencegahan keselamatan pada pengiriman produk.
- Green Promotion: Green Promotion juga melibatkan promosi materi bisnis. Promosi penjualan, pemasaran langsung, hubungan masyarakat, dan periklanan adalah beberapa cara untuk menyampaikan pesan inti tentang kehijauan kepada pelanggan; dua pendekatan terakhir adalah platform yang paling banyak digunakan untuk memproyeksikan prospek hijau perusahaan.
- Green Physical Evidence: Pelanggan harus diberikan bukti fisik tentang kemanjuran keseluruhan penerapan strategi ramah lingkungan di seluruh sistem bisnis, mulai dari operasi dan strategi organisasi hingga produk yang dijual di pasar.
- Green People: Untuk memastikan komitmen seluruh organisasi terhadap filosofi pemasaran hijau, perusahaan harus menyediakan staf administrasi dan karyawan dengan atribut teknis dan keyakinan yang kuat dalam melestarikan lingkungan. Selain itu, seluruh tenaga kerja harus memiliki serangkaian alat untuk memajukan prinsip-prinsip pemasaran hijau.
- Green Process: Kesesuaian dengan orientasi pemasaran hijau (yaitu, operasi hijau) merupakan inti dari transformasi ini; hal itu dapat dicapai dengan cara mengurangi jumlah konsumsi energi yang terpakai, meniadakan produk cacat dalam proses produktivitas, mengurangi kerusakan dan kerugian, serta mengatasi penipisan sumber daya alam. Perubahan prosedur yang signifikan diperlukan dalam proses penyajian produk hijau, memastikan konsistensi tujuan organisasi di bawah arahan pemasaran hijau.
Contoh pemasaran hijau meliputi iklan pengurangan emisi yang terkait dengan proses produksi suatu produk, atau penggunaan bahan daur ulang pascakonsumen untuk kemasan suatu produk. Beberapa perusahaan juga dapat memasarkan diri mereka sebagai perusahaan yang peduli lingkungan dengan menyumbangkan sebagian dari hasil penjualan mereka untuk inisiatif lingkungan, seperti penanaman pohon. (Investopedia.com)
Starbucks sering disebut sebagai pemimpin dalam praktik pemasaran ramah lingkungan. Perusahaan ini telah berinvestasi besar dalam berbagai inisiatif sosial dan lingkungan dalam beberapa tahun terakhir. Misalnya, dalam laporan tahun 2018, Starbucks melaporkan bahwa mereka telah berkomitmen lebih dari $140 juta untuk pengembangan sumber energi terbarukan. Perusahaan membeli cukup energi terbarukan untuk memberi daya pada semua toko yang dioperasikan perusahaan di seluruh Amerika Utara dan Inggris Raya.
Demikian pula, perusahaan telah melakukan investasi dalam proyek-proyek berdampak sosial melalui inisiatif-inisiatif seperti Starbucks College Achievement Plan. Melalui proyek ini, banyak karyawan Starbucks di AS yang bekerja lebih dari 20 jam seminggu rata-rata berhak menerima biaya kuliah penuh untuk program gelar sarjana daring yang ditawarkan oleh Arizona State University. Proyek ini, serta komitmen serupa di bidang terkait ketenagakerjaan veteran, telah menjadi bagian penting inisiatif pemasaran hijau Starbucks.