Jogosetran, Klaten – Rabu, 25 Juni 2025. Desa Jogosetran, Kecamatan Kalikotes, Kabupaten Klaten menjadi saksi dimulainya pengabdian dua kelompok mahasiswa UIN Raden Mas Said Surakarta dalam program Kuliah Kerja Nyata (KKN) Tematik Pencegahan Stunting. Di bawah matahari yang bersahaja dan iringan harap dari warga desa, prosesi pelepasan berlangsung khidmat, namun penuh semangat.
Di antara kelompok yang dilepas, kelompok 156 mencuri perhatian. Tak sekadar datang sebagai mahasiswa pembawa proposal kegiatan, kelompok ini tampil dengan wajah yang lebih ideologis: membawa semangat nilai-nilai dasar pergerakan yang ditanamkan dalam proses kaderisasi PMII : Tauhid, Hablumminallah, Hablumminannas, dan Hablum minal ‘Alam.
“Pengabdian bukan hanya soal aksi sosial, tetapi bagaimana menjadikannya bagian dari amal keilmuan, amal spiritual, sekaligus amal budaya,” demikian bunyi salah satu kalimat dalam sambutan pelepasan yang disampaikan ketua kelompok, Irfan Nurkholis, mahasiswa Akuntansi Syariah sekaligus kader aktif PMII Raden Mas Said.
Kata-kata itu bukan sekadar simbolik. Kelompok ini benar-benar hadir dengan program kerja yang menyentuh banyak lapisan, mulai dari kebutuhan spiritual hingga ekologi, dari literasi anak-anak hingga ekonomi desa.
Baca Juga: Pilihan Terbaik untuk Menerbitkan Karyamu Menjadi Buku Ber-ISBN
Namun perlu dicatat, tidak semua anggota kelompok 156 adalah kader PMII. Justru dari keberagaman latar belakang itulah muncul semangat kolaborasi yang kuat. Nilai-nilai pergerakan dihadirkan bukan dalam bentuk instruksi, melainkan dalam semangat gotong royong, keterbukaan, dan diskusi yang tumbuh dalam dinamika kelompok. Mereka bersama-sama menyepakati bahwa KKN bukan sekadar kewajiban kampus, melainkan panggilan untuk membaur dengan masyarakat dengan ilmu, hati, dan aksi.
Di bidang pendidikan, mereka merintis Taman Belajar yang bukan hanya menyediakan ruang baca, tetapi juga membuka kelas Bahasa Inggris, Bahasa Arab, hingga TPA dasar yang dibimbing menggunakan kitab-kitab klasik (turats). Di sana, anak-anak desa diajari tajwid melalui Hidayatus Shibyan, tauhid melalui Aqidatul Awam, serta fikih praktis lewat Safinatun Najah. Sebuah upaya yang menghadirkan Islam ramah sejak usia dini.
Pada sektor sosial dan kesehatan, mereka menyusun sinergi bersama bidan desa dan ibu-ibu PKK, melaksanakan pendampingan pencegahan stunting, serta membagikan sayur gratis sebagai bentuk edukasi gizi keluarga. Tak hanya itu, hadir pula layanan konsultasi kepribadian anak, sebuah pendekatan yang jarang disentuh dalam KKN kebanyakan.
Sementara pada ranah ekologis, mereka menggulirkan program edukasi pengelolaan sampah dan kerja bakti lingkungan, termasuk inovasi membuat tong sampah dari limbah rumah tangga, sebagai bentuk konkret cinta pada alam dan pelestarian desa.
Tak ketinggalan, sentuhan ekonomi digital juga menjadi bagian dari pengabdian mereka. Melalui program digitalisasi UMKM dengan sistem pembayaran QRIS, para pelaku usaha lokal didampingi untuk mengakses dunia transaksi nontunai yang inklusif. Sebuah inisiatif yang tidak hanya cerdas, tetapi juga kontekstual di tengah arus modernisasi desa.
Semua program itu diramu dengan pendekatan yang berlandaskan nilai. Tidak heran jika semangat pengabdian kelompok ini terasa lebih menyala. Seolah mereka tak hanya hadir sebagai mahasiswa, tapi sebagai duta-duta perubahan yang sadar akan nilai dan arah langkahnya.
Dengan membawakan Nilai Dasar Pergerakan PMII dari ruang diskusi ke ladang-ladang pengabdian, kelompok 156 bukan hanya turun ke desa tetapi juga turun menyemai harapan. Menjadikan jalan terjal pengabdian sebagai ruang menempa diri, dan menjadikan masyarakat sebagai cermin untuk memantulkan kembali apa arti pergerakan yang sejati.
Sebab bagi mereka, seperti kata sambutan yang menutup acara hari itu: “Pengabdian bukan soal pencitraan atau laporan akhir. Ini soal cinta yang tumbuh dari ilmu, menyala lewat semangat, dan mengakar di bumi tempat kita berpijak.” (Forka/IN)














