Pada tahun 2015, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperkenalkan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) sebagai panduan global untuk meningkatkan kesejahteraan manusia dan melindungi lingkungan. Namun, bagaimana dampak SDGs terhadap kewirausahaan dan daya saing suatu negara?
Sebuah penelitian terbaru yang diterbitkan dalam Journal of Open Innovation: Technology, Market, and Complexity (2022) mengungkap bahwa pencapaian SDGs—terutama di bidang sosial, lingkungan, dan ekonom berpengaruh signifikan terhadap kelangsungan usaha dan kompetitivitas suatu negara.
SDGs sosial seperti pendidikan berkualitas (SDG 4), kesetaraan gender (SDG 5), dan pengurangan ketimpangan (SDG 10) ternyata memiliki pengaruh positif terhadap SDGs ekonomi. Misalnya, peningkatan akses pendidikan menghasilkan tenaga kerja terampil yang mendorong pertumbuhan ekonomi.
Studi ini menemukan bahwa SDGs sosial berkontribusi sebesar 0,7% terhadap pencapaian SDGs ekonomi, menunjukkan bahwa investasi di bidang sosial tidak hanya baik untuk masyarakat tetapi juga untuk perekonomian.
SDGs lingkungan seperti akses air bersih (SDG 6) dan energi terjangkau (SDG 7) juga turut memengaruhi ekonomi, meskipun dengan kontribusi lebih kecil (0,1%). Infrastruktur berkelanjutan dan manajemen sumber daya alam yang baik menciptakan lingkungan yang mendukung aktivitas ekonomi. Contohnya, ketersediaan energi terbarukan dapat mengurangi biaya operasional bisnis, sehingga meningkatkan daya saing.
Baca Juga: Toko Online Belanja Buku Terbaik di Shopee
SDGs ekonomi seperti pekerjaan layak (SDG 8) dan industri inovatif (SDG 9) memiliki pengaruh kuat terhadap daya saing suatu negara, dengan koefisien 0,918. Artinya, negara yang berhasil mencapai target ekonomi SDGs cenderung lebih kompetitif di pasar global. Daya saing ini kemudian menjadi fondasi bagi kelangsungan usaha, karena iklim bisnis yang sehat menarik lebih banyak wirausaha untuk berkembang.
Penelitian ini mengonfirmasi bahwa daya saing suatu negara berkorelasi positif dengan kelangsungan usaha (koefisien 0,590). Negara dengan infrastruktur maju, kebijakan pro-bisnis, dan stabilitas ekonomi cenderung memiliki tingkat kegagalan usaha yang lebih rendah. Temuan ini sejalan dengan laporan Global Entrepreneurship Monitor (2018), yang menunjukkan bahwa kewirausahaan tumbuh subur di lingkungan yang mendukung.
Selain faktor makro, inovasi terbuka (open innovation) juga berperan penting dalam mempercepat pencapaian SDGs. Kolaborasi antara pelaku usaha, pemerintah, dan akademisi dapat menghasilkan solusi kreatif untuk masalah sosial dan lingkungan. Misalnya, teknologi energi terbarukan atau platform pendidikan digital bisa menjadi peluang bisnis sekaligus berkontribusi pada SDGs.
Temuan ini memberikan masukan berharga bagi pemerintah dan pemangku kepentingan. Alokasi anggaran untuk pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur berkelanjutan bukan hanya kewajiban moral, tetapi juga investasi jangka panjang untuk menciptakan ekosistem bisnis yang tangguh. Di tingkat mikro, pelaku usaha perlu mengintegrasikan prinsip SDGs ke dalam model bisnis mereka agar tetap relevan di era pembangunan berkelanjutan.
SDGs bukan sekadar agenda global, melainkan kerangka kerja yang mampu mendorong pertumbuhan ekonomi, daya saing, dan kewirausahaan. Dengan memprioritaskan pencapaian SDGs, negara-negara—terutama di kawasan berkembang—dapat menciptakan lingkaran virtuosos di mana kemajuan sosial, lingkungan, dan ekonomi saling memperkuat. Tantangan ke depan adalah bagaimana memperluas kolaborasi multisektor agar target SDGs 2030 bisa tercapai secara inklusif.














