Penanggulangan bencana tidak hanya berbicara soal evakuasi dan pemulihan, tetapi juga terkait erat dengan bagaimana dana disediakan, dikelola, dan dievaluasi. Anggaran menjadi aspek krusial yang menentukan cepat atau lambatnya respons, serta keberlanjutan program mitigasi hingga rekonstruksi pascabencana.
Di Indonesia, pengelolaan anggaran bencana mencakup tahap pra, tanggap darurat, hingga pasca-bencana, dengan melibatkan sumber dana dari pemerintah, sektor swasta, maupun lembaga internasional.
Sumber utama pendanaan berasal dari APBN dan APBD, termasuk Dana Siap Pakai dan Dana Bersama (Pooling Fund) yang memungkinkan respons cepat saat bencana terjadi.
Selain itu, terdapat dukungan dari CSR perusahaan, filantropi masyarakat, hibah internasional, hingga instrumen keuangan modern seperti asuransi bencana dan kredit siaga dari lembaga multilateral.
Semua ini diatur dalam berbagai regulasi, mulai dari UU No.24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana hingga Perpres No.75 Tahun 2021 tentang Dana Bersama, serta Peraturan Menteri Keuangan terkait mekanisme pencairan.
Meski demikian, tantangan besar masih membayangi. Keterbatasan kapasitas fiskal daerah, kesenjangan antara kebutuhan dan ketersediaan dana, birokrasi pencairan yang lambat, hingga kurangnya transparansi menjadi hambatan nyata.
Studi menunjukkan bahwa rata-rata kerugian akibat bencana jauh lebih tinggi dibanding alokasi anggaran pemerintah.
Oleh karena itu, dibutuhkan tata kelola keuangan yang lebih transparan, efisien, serta inovasi instrumen pembiayaan untuk memperkuat ketahanan Indonesia dalam menghadapi risiko bencana di masa depan.
Baca materi lengkapnya pada tautan file berikut: Anggaran dalam Penanggulangan Bencana














