Magelang, 6 April 2025 – Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Gus Abdullah, menggelar kegiatan sosialisasi Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Acara ini merupakan bagian dari upaya DPR RI untuk menjaring masukan masyarakat terkait penyempurnaan regulasi hukum yang menjadi dasar sistem peradilan pidana di Indonesia.
Kegiatan sosialisasi yang berlangsung di aula Gedung Pertemuan Magelang itu dihadiri oleh berbagai elemen masyarakat, mulai dari tokoh agama, akademisi, mahasiswa, praktisi hukum, aparat desa, hingga perwakilan komunitas pemuda. Suasana acara berlangsung interaktif, ditandai dengan diskusi terbuka seputar substansi RUU KUHAP dan implikasinya bagi penegakan hukum.
Dalam pemaparannya, Gus Abdullah menegaskan bahwa RUU KUHAP menjadi salah satu agenda legislasi prioritas DPR RI tahun 2025. Pembaruan ini dinilai sangat mendesak mengingat KUHAP yang berlaku saat ini sudah berusia lebih dari empat dekade, lahir pada tahun 1981. “Banyak perkembangan zaman yang menuntut pembaruan hukum acara pidana. KUHAP kita saat ini sudah tidak sepenuhnya relevan dengan dinamika hukum, teknologi, dan kebutuhan perlindungan hak asasi manusia,” ujar Gus Abdullah.
Ia menjelaskan, salah satu poin penting dalam RUU KUHAP adalah penguatan perlindungan hak tersangka dan terdakwa, termasuk akses terhadap bantuan hukum sejak tahap penyidikan. Selain itu, ada pula penekanan pada transparansi proses hukum, pemanfaatan teknologi digital dalam persidangan, serta penguatan peran hakim dalam mengawasi jalannya proses peradilan pidana. “Prinsipnya adalah menghadirkan hukum yang adil, transparan, dan berkeadaban,” tambahnya.
Diskusi menjadi semakin hidup ketika peserta menyampaikan pertanyaan dan masukan. Salah satu akademisi dari Universitas Tidar Magelang menyoroti perlunya pengaturan yang lebih tegas mengenai kewenangan penyidik agar tidak menimbulkan penyalahgunaan wewenang. Menanggapi hal itu, Gus Abdullah menekankan bahwa DPR berkomitmen memperkuat mekanisme kontrol dalam RUU KUHAP agar aparat penegak hukum tidak sewenang-wenang.
Sementara itu, perwakilan masyarakat desa mengungkapkan keresahan tentang akses keadilan bagi warga di pelosok. Mereka berharap KUHAP yang baru dapat memberikan kepastian hukum tanpa diskriminasi, sekaligus mempermudah masyarakat miskin mendapatkan bantuan hukum. Gus Abdullah menilai masukan tersebut sangat penting. “Hukum tidak boleh hanya tajam ke bawah, tumpul ke atas. Saya pastikan aspirasi panjenengan akan saya bawa ke Senayan sebagai bahan penyempurnaan,” tegasnya.
Di hadapan mahasiswa dan komunitas pemuda, Gus Abdullah juga menyinggung pentingnya literasi hukum sejak dini. Menurutnya, pemahaman masyarakat tentang hukum acara pidana masih rendah, sehingga seringkali rakyat kecil dirugikan karena ketidaktahuan. “Sosialisasi seperti ini bukan hanya formalitas, tetapi bagian dari pendidikan publik. Saya ingin generasi muda melek hukum, kritis, dan mampu mengawal keadilan,” ucapnya.
Selain membahas substansi RUU KUHAP, Gus Abdullah juga mengingatkan bahwa pembaruan hukum harus selaras dengan nilai-nilai keadilan sosial dan kearifan lokal. Ia mencontohkan bagaimana nilai musyawarah dan penyelesaian berbasis komunitas bisa menjadi pelengkap bagi sistem hukum formal. “Keadilan bukan hanya urusan pengadilan, tapi juga bagaimana masyarakat merasa dilindungi dan diperlakukan secara adil,” jelasnya.
Acara ditutup dengan penandatanganan berita acara serap aspirasi, di mana sejumlah catatan penting dari masyarakat Magelang dirangkum untuk kemudian dibawa oleh Gus Abdullah ke Komisi III DPR RI sebagai bahan pembahasan lebih lanjut. Masyarakat mengapresiasi langkah tersebut karena memberi ruang partisipasi publik dalam proses legislasi.
“Undang-undang tidak boleh dibuat hanya di ruang-ruang elit. Aspirasi masyarakat harus menjadi pijakan, karena hukum dibuat untuk rakyat, bukan sebaliknya,” pungkas Gus Abdullah.
Sosialisasi RUU KUHAP di Magelang ini menjadi salah satu rangkaian kegiatan reses Gus Abdullah di daerah pemilihan Jawa Tengah VI. Kehadiran langsung di tengah masyarakat tidak hanya memperkuat hubungan wakil rakyat dengan konstituen, tetapi juga memastikan bahwa proses legislasi berjalan inklusif, partisipatif, dan berpihak pada keadilan bagi seluruh warga negara.














