Siurakarta – Dalam beberapa tahun terakhir, isu lingkungan dan perubahan iklim semakin mendesak, mendorong banyak pihak untuk mencari solusi berkelanjutan. Salah satunya adalah konsep ekonomi ramah lingkungan (green economy), yang menggabungkan tiga aspek utama: ekonomi, inklusi sosial, dan kelestarian lingkungan.
Konsep green economy ini diyakini mampu mengurangi dampak kerusakan lingkungan sekaligus menciptakan peluang ekonomi baru bagi masyarakat. Di Surakarta, inisiatif ini diwujudkan melalui pelatihan bagi relawan Komunitas Siaga Bencana (SIBAT) PMI, yang digagas oleh Muhammad Luthfi Hamdani, M.M bersama tim dosen Politeknik Akbara.
Pelatihan ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman dan keterampilan peserta dalam menerapkan praktik ekonomi ramah lingkungan. Peserta, yang terdiri dari 22 relawan SIBAT, diajak untuk memahami konsep dasar green economy, teknik pemilahan sampah, serta pembuatan kerajinan dari bahan bekas.
Materi disampaikan secara interaktif melalui presentasi, video, dan praktik langsung, seperti membuat pot tanaman dari galon bekas atau kotak tisu dari stik es krim. Antusiasme peserta terlihat dari diskusi aktif dan pertanyaan yang diajukan selama sesi.
Surakarta merupakan wilayah rentan bencana, seperti banjir dan tanah longsor, sehingga upaya pengurangan sampah dan daur ulang menjadi langkah preventif yang penting.
Melalui pelatihan ini, relawan SIBAT tidak hanya belajar mengurangi dampak lingkungan, tetapi juga mengubah sampah menjadi produk bernilai ekonomi.
Misalnya, sampah anorganik seperti botol plastik atau galon air dimanfaatkan kembali sebagai bahan kerajinan yang bisa dijual, menciptakan peluang usaha baru.
Baca Juga: Pilihan Terbaik untuk Menerbitkan Karyamu Menjadi Buku Ber-ISBN
Hasil evaluasi menunjukkan peningkatan signifikan dalam pemahaman peserta. Sebanyak 100% peserta menguasai konsep green economy, sementara 91% mampu mempraktikkan pemilahan sampah dan pembuatan kerajinan.
Angka ini menunjukkan bahwa pendekatan teoritis dan praktis yang digunakan dalam pelatihan efektif. Selain itu, beberapa peserta bahkan mulai merencanakan ide bisnis berbasis daur ulang, menandakan potensi jangka panjang dari kegiatan ini.
Namun, tantangan tetap ada. Mayoritas peserta masih belum terbiasa dengan praktik ekonomi ramah lingkungan dalam kehidupan sehari-hari. Kurangnya kebiasaan dan pengetahuan mendalam menjadi penghalang utama.
Untuk itu, peserta merekomendasikan adanya tindak lanjut, seperti pendampingan berkala atau lokakarya lanjutan, agar keterampilan yang telah dipelajari dapat terus dikembangkan dan diimplementasikan.
Pelatihan ini juga menyoroti pentingnya kolaborasi antar-pemangku kepentingan. Dukungan dari PMI Surakarta, mitra daur ulang seperti RAPEL.ID, dan akademisi Politeknik Akbara menjadi kunci keberhasilan kegiatan.
Sinergi semacam ini perlu diperluas ke komunitas lain agar dampaknya lebih masif. Selain itu, sosialisasi green economy melalui media atau kampanye publik bisa menjadi langkah berikutnya untuk menjangkau masyarakat lebih luas.
Ekonomi ramah lingkungan bukan sekadar tren, melainkan kebutuhan mendesak di tengah krisis iklim dan lingkungan. Pelatihan bagi relawan SIBAT PMI Surakarta membuktikan bahwa dengan pendekatan yang tepat, masyarakat bisa diajak untuk berpartisipasi aktif dalam gerakan berkelanjutan.
Langkah kecil seperti daur ulang atau pembuatan kerajinan dari sampah, jika dilakukan secara kolektif, dapat memberikan dampak besar bagi lingkungan dan perekonomian lokal.
Ke depan, inisiatif serupa perlu diduplikasi di berbagai daerah, dengan menyesuaikan konteks lokal dan melibatkan lebih banyak pihak.
Dengan demikian, transisi menuju ekonomi hijau tidak hanya menjadi wacana, tetapi juga aksi nyata yang mampu mengubah pola pikir dan perilaku masyarakat menuju kehidupan yang lebih berkelanjutan.














