Penulis: Luthfi Hamdani (Sahabat dari Ahmad Bukhori dan Ketua PK PMII Sunan Ampel 2016-2017)
Di tengah umat muslim khusyuk menjalankan ibadah puasa Ramadhan, Perngurus Cabang PMII Kota Malang sibuk melaksanakan agenda Konferensi Cabang XLV. Perhelatan yang menjadi forum tertinggi bagi seluruh kader PMII Kota Malang.
Salah satu agenda penting di luar berbagai agenda lain adalah proses pergantian ketua umum PC PMII Kota Malang. Hanya satu orang sahabat yang akan menjadi nakhkoda bagi ribuan kader, di belasan Komisariat dan puluhan rayon di bawah naungan PC PMII Kota Malang.
Muncul dua nama kandidat yang bersaing dalam Konfercab XLV kali ini, yaitu: Ahmad Bukhori dari komisariat Sunan Ampel Malang bersaing dengan sahabat Sa’i Yusuf, delegasi dari komisariat Unmer Malang.
Keduanya tentu kader terbaik di seluruh angkatannya. Dua kader yang memiliki keberanian mental, segudang prestasi kepemimpinan dan tentu saja modal sosial berupa jejaring untuk menjadi bekal keduanya maju menjadi ketua umum. Capaian yang merupakan hasil dari proses panjang yang mereka berdua jalani sejak pertama kali menjadi anggota saat ikut MAPABA hingga bergabung dalam kepengurusan cabang.
Tulisan ini adalah rasionalisasi dukungan saya bagi sahabat Ahmad Bukhori
Sahabat Ahmad Bukhori bergabung jadi anggota PMII tepat ketika saya menjadi ketua Rayon PMII “Moch. Hatta”, periode 2015-2016.
Saat awal bergabung dengan PMII, karakter kepemimpinannya memang belum muncul. Ada lebih banyak sahabat angkatannya yang lebih aktif mengisi forum-forum atau agenda kepengurusan dan angkatan.
Satu yang khas dari peran Bukhori di angkatan atau komunitas manapun yang dia ikuti adalah: Sahabat Bukhori selalu jadi pribadi yang dihormati, menjadi pribadi yang diminta pendapat untuk keputusan-keputusan kolektif yang akan diambil komunitas/angkatan, juga menjadi pribadi yang jadi rujukan ‘curhat’ jika ada problem personal pun kepengurusan.
Modal berupa karakter, kemampuan menjadi pendengar yang baik dan keahlian dalam melakukan komunikasi interpersonal inilah yang jadi modalitas besar guna menjadi pemimpin baik dulu di tingkat rayon maupun komisariat.
PMII adalah organisasi yang berisi pribadi-pribadi unggul dan aktif, sehingga seringkali konsensus kelompok/gagal dicapai sebab masing-masing individu punya ego personal yang tinggi. Apalagi jika di level komisariat seperti Sunan Ampel Malang dengan tujuh Rayon, ego sektoral masing-masing rayon bisa sangat dominan — hingga mempengaruhi jalannya kepengurusan jadi serba lambat, sebab sibuk dengan kontestasi dan friksi internal.
Di satu sisi, suasana kompetitif ini bagus supaya PMII selalu dinamis, sehingga masing-masing individu terbiasa menghadirkan kemampuan terbaiknya dalam proses kepengurusan.
Namun di sisi lain, organisasi selalu butuh mufakat untuk mengambil keputusan-keputusan teknis maupun strategis, yang kelak disusun menjadi program dan berbagai rencana aksi.
Di sinilah keunggulan sahabat Ahmad Bukhori. Dalam proses kepemimpinannya, dia berhasil jadi pemimpin yang bisa meredam ego personal dan sektoral, guna kemudian terbangun komunikasi yang lebih efektif juga rasional dalam pengambilan keputusan organisasi.
Bukhori punya persona “disungkani” dan karakter individunya menyebabkan dia tidak pernah mengambil peran dominan dalam majelis/forum. Kita sering menjumpai pemimpin di level-level struktural PMII yang cenderung mendominasi, dengan hasrat untuk “show off” yang tinggi. Hingga kadang terkesan serba narsistik.
Pemimpin jenis ini merasa harus menampilkan keunggulan kemampuan “public speakingnya”, menampilkan wawasan luas dari buku-buku yang mereka baca atau menampilkan informasi-informasi “rahasia” yang diperolehnya dari akses sebagai ketua kepada pejabat kampus, pejabat politik maupun pesohor lain.
Dari karakter pemimpin semacam ini terasa sekali suasana “one man show”, terasa seorang pemimpin yang begitu mendominasi, dan bahwa kehadiran, sikapnya seolah representasi mutlak dari organisasi. Dampaknya, puluhan sahabat pengurus yang ada dalam kepengurusan merasa tidak lagi punya ruang untuk memberin kontribusi dan menjadikan PMII sebagai wadah aktualisasi diri. Apalagi ratusan bahkan ribuan kader di luar struktural
Pengurus Cabang Kota Malang Punya kontribusi besar dalam sejarah panjang jalannya PMII. Belasan komisariat dari berbagai kampus besar di Indonesia membuat PC PMII Kota Malang sangat dinamis dan kompetitif di dalam internal kepengurusan.
Karakter dan riwayat kepemimpinan Ahmad Bukhori sangat krusial bagi jalannya kepengurusan PC PMII kedepan. Modalitas PC PMII Kota Malang berupa kuantitas kader yang luar biasa besar dan kualitas individu yang terbangun dari proses di kampus dan rayon hingga komisariat masing-masing harus dioptimalkan — tentu dengan kepemimpinan yang ideal khas Ahmad Bukhori — mengayomi, memberdayakan, menjadin pendengar dan penentu keputusan kolektif organisasi.
Tentu dalam segala pemahaman manajerial, pemimpin yang baik adalah yang mampu melakukan “staffing” atau mendistribusikan tanggungjawab dan tugas kepada semua anggota atau pengurusnya. Proses distribusi tugas ini secara formal bisa dijalankan berdasarkan job description yang disusun dalam lokakarya organisasi, juga secara informal/personal berdasarkan kemampuan dan insting kepemimpinan. Hal ini sebagaimana yang sering diutarakan oleh KH. Ahmad Muhtadi Ridwan, salah satu senior PMII Kota Malang saat memberikan nasehat kepada kader-kader aktif PMII.
Kader-kader harus terwadahi pemikiran dan aspirasinya. Mereka harus mampu melakukan kolaborasi lintas profesi, lintas komisariat dan lintas sektor. Saya haqqul yaqin, di bawah karakter kepemimpinan yang dimiliki juga riwayat keberhasilannya memimpin level struktural sebelumnya, PC PMII Kota Malang akan jadi lebih baik, lebih berperan dan mampu menghasilkan kader-kader terbaik untuk bangsa dan negara, di tengah segala tantangan zaman.