• TENTANG KAMI
  • KIRIM TULISAN
  • REDAKSI
FORKA
Indonesia Imaji
  • BERANDA
  • FORKA INSTITUE
    • RISET
    • DISKUSI
  • SOCIAL ENTERPRISE
  • BERITA
  • OPINI
  • AKADEMI
  • BISNIS
  • KOMUNITAS
No Result
View All Result
  • BERANDA
  • FORKA INSTITUE
    • RISET
    • DISKUSI
  • SOCIAL ENTERPRISE
  • BERITA
  • OPINI
  • AKADEMI
  • BISNIS
  • KOMUNITAS
No Result
View All Result
FORKA
No Result
View All Result

Situs Watu Tumpeng, Kabupaten Pemalang

Menelusuri dan Merawat Cagar Budaya Kebanggaan Pemalang

FORKA INDONESIA by FORKA INDONESIA
September 23, 2025
in BERITA
0
Situs Watu Tumpeng, Kabupaten Pemalang
0
SHARES
516
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

Pemalang – Rabu 27 Agustus 2025 KKN UMNU Kebumen melakukan pengenalan pada cagar budaya yang berada di Desa kecepit Kecamatan Randudongkal Kabupaten Pemalang. Kita bertemu dengan ibu yati selaku juru kunci situs watu tumpeng kita diberi penjelasan tentang sejarah Watu Tumpeng. Watu tumpeng ada pada zaman kerajaan Majapahit. Tempat ini dulunya disebut sebagai tempat pembuatan pusaka atau keris. Pemerintah kabupaten Pemalang telah menjadikannya sebagai cagar budaya.

Selain itu, watu tumpeng dulunya juga merupakan tempat untuk bersemedi atau bertapa. Sehingga tempat ini dikenal sebagai persemayaman eyang Sukmajati dan eyang Ragajati. Sukmajati dan Ragajati diambil dari kata sukma dan raga menurut warga sekitar, pada setiap malam jumat kliwon tempat ini ramai dikunjungi peziarah.mereka yang datang tak hanya dari warga lokal pemalang, tetapi juga dari luar daerah.

“Setiap malam kliwon pasti ada peziarah  yang datang. Terutama malam jumat kliwon,” kata Marti, warga sekitar. Bahkan Presiden RI ke-4 Abdurrahman Wahid (Gus Dur) disebut pernah datang ke tempat ini. Selain Gus Dur juga banyak pejabat lain yang datang ke watu tumpeng.

Pemalang merupakan salah satu kabupaten di Jawa Tengah yang  berada di pesisir utara Jawa. Sebagai daerah pesisir, Pemalang memiliki kekayaan warisan sumber daya alam dan budaya bercorak pesisir. Warisan budaya tersebut dibuktikan dengan keberadaan situs bersejarah yang ditemukan di Pemalang bagian selatan yakni situs watu tumpeng di desa kecepit.

Sesuai dengan amanah pelestarian yang dituangkan dalam Undang-Undang nomor 11 tahun 2010 tentang cagar budaya, situs watu tumpeng  telah  ditetapkan oleh pemerintah daerah sebagai cagar budaya pada tahun 2018. Dalam pengelolaannya, muncul pro kontra persepsi masyarakat tentang situs Watu Tumpeng. Namun hal itu tidak menyurutkan niat dan harapan pemerintah desa yang selaras dengan pemerintah daerah untuk melestarikan situs Watu Tumpeng.

Sebagai warisan budaya masa lampau, situs watu tumpeng telah ditetapkan sebagai cagar budaya melalui SK Bupati Pemalang Nomor  432/1493/Tahun 2018. situs watu tumpeng merupakan peninggalan kebudayaan megalitik yang terdiri atas susunan batu alam yang tidak beraturan, Watu Tumpeng merupakan artefak Menhir sekaligus petilasan yang dikeramatkan.

Baca juga: Marketplace terbaik untuk belanja buku perkuliahan

Masyarakat setempat juga mempercayai bahwa artefak tersebut memiliki kaitan dengan mitos cikal bakal pembentukan desanya (Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, 2018). Kebudayaan megalitik berupa menhir tersebut tidak dapat dilepaskan dari latar belakang pemujaan nenek moyang, pengharapan kesejahteraan bagi yang masih hidup dan kesempurnaan bagi si mati. Segi kepercayaan dan nilai nilai hidup masyarakat ini  kemudian masih berlanjut dan berkembang pada masa selanjutnya (Jati dan Wahyudi 2018).

Pada situs area Watu Tumpeng, terdapat 2 klaster petilasan, yaitu Sukmajati di bagian timur dan Sukma Nanggung di bagian barat. Petilasan tersebut berupa makam yang berada di dalam bangunan pendopo. masyarakat sekitar menyebut klaster tersebut sebagai petilasan kyai Sukmajati (timur) dan kyai Ronggo Jati (barat).

Terdapat dua batu menhir yang menyerupai lingga semu dengan ukuran 14 x 14  dan tinggi 25 cm di klaster Sukmajati. Objek tersebut dikelilingi batu alam dan terdapat pohon besar di sisi utara petilasan. sedangkan klaster sukma nanggung memiliki batuan andesit berjumlah 50 buah  dengan ukuran yang bervariatif. batuan andesit inilah yang kemudian disebut sebagai ikon watu tumpeng (Dinas Pendidikan Dan Kebudayaan, 2018).

Benda benda megalitik yang merupakan tinggalan dari masyarakat yang sudah punah biasanya tidak difungsikan lagi, tetapi ada juga yang sampai sekarang masih memainkan peran penting di tengah masyarakat (Soejono 1982 dalam Byung Mokim 1982:74 dalam taniardi 2012:83).

Pada hari hari tertentu, area situs Watu Tumpeng digunakan sebagai lokasi pelaksanaan upacara adat. Upacara adat yang dilakukan itu antara lain kegiatan selamatan berskala kecil yang dilakukan pada malam jumat kliwon dan suronan yang dilakukan setiap 1 tahun sekali pada permulaan kalender jawa. Pelaksanan upacara dibantu oleh juru pelihara situs dan pemerintah desa.

Tidak mengherankan jika waktu Suronan tiba, banyak pengunjung yang datang hingga ratusan orang sekedar untuk mengikuti tradisi tersebut upacara tersebut menjadikan watu tumpeng dianggap sakral oleh masyarakat desa maupun masyarakat luar.

Mitos watu tumpeng yang berada di masyarakat memiliki kaitan dengan situs watu nanggung yang berlokasi sekitar 1,9 kilometer di sebelah barat watu tumpeng. terdapat 1 petilasan dan batu besar yang belum teridentifikasi di situs Watu Nanggung. Meskipun dalam prosesi ritual memiliki keterkaitan dengan Watu Tumpeng, Watu Nanggung  belum terdaftar sebagai warisan kabupaten pemalang.

Mitos menyebutkan bahwa dahulu situs Watu Tumpeng berfungsi sebagai tempat asahan dan tempatan bagi oleh para Mpu Tosan Aji. Ketika Tosan Aji sudah berbentuk, olahan besi panas tersebut akan direndam di situs sendang penyembuhan dan kemudian didiamkan di watu nanggung.

Peziarah sebelum tahun 2000 biasa melakukan napak tilas mitos penempaan tosan aji tersebut dengan dipandu oleh juru pelihara. Peziarah melakukan ritual dengan pejalan kaki membawa obor bambu dari Watu Tumpeng ke Watu Nanggung untuk bermeditasi dan berendam di sendang penyembuhan. peziarah kemudian kembali ke Watu Tumpeng untuk bertapa dan meditasi.

Masyarakat jawa mengenal Tosan Aji sebagai senjata yang bertuah sehingga memiliki nilai dan makna tersendiri. tosan aji juga sering di sandingkan dengan keris karena memiliki beberapa kemiripan. keris dianggap sebagai benda pusaka sedangkan tosan aji digunakan sebagai senjata untuk pertahanan diri (Hamzuri 1988).

Nilai keramat dan makna filosofi dalam Tosan Aji dan keris dianggap sebagai warisan leluhur yang memiliki kekuatan mistik tertentu, sehingga segala hal yang berkaitan dengannya juga dianggap sebagai warisan dan harus dirawat dengan hormat (Moertono 1985).

Peran juru kunci sangatlah vital bagi seluruh pelaksanaan ritual di Watu Tumpeng.Juru peliharaan adalah yang masih memiliki garis keturunan dengan penjaga makam/situs sebelumnya.Amanah juru pelihara Situs Watu Tumpeng saat ini telah dipegang oleh generasi ketiga. Sebelumnya, situs Watu Tumpeng Romo Nadi, sesepuh desa yang sangat memahami asal-usul sejarah desa.

Masyarakat percaya bahwa Romo Nadi memiliki keluasan ilmu spiritual yang tidak dimiliki manusia pada umumnya, terutama berkaitan dengan supranatural karena dianggap masih berkerabat dengan kyai sukma jati dan kyai ronggo jati.Setelah romo nadi wafat,juru pelihara situs kemudian di percayakan kepada cucunya yaitu Ibu Taryati.

Watu tumpeng dengan ritual upacara dan mitosnya tersebut kemudian menjadi bentuk kebudayaan masyarakat pemalang. Situs Watu Tumpeng kemudian dikelola melalui program pelestarian cagar budaya ang merupakan bentuk kerja sama antara pemerintah desa kecepit. Akan tetapi, program tersebut belum sepenuhnya mendapat sambutan baik dari masyarakat sekitar. Terdapat sebagian masyarakat yang menyangkal peranan situs watu tumpeng sebagai situs warisan budaya.

Penyangkalan terhadap mitos Watu Tumpeng berkaitan dengan dugaan pesugihan dan terkabulnya hajat (hasil wawancara dengan masyarakat; Tulus, 26 september 2020),  selayaknya berziarah ke makam-makam yang dianggap memiliki nilai magis atau keramat, tentu terdapat tata cara berziarah yang dimulai dengan berkunjung ke rumah juru kunci situs yang letak rumahnya tidak jauh dari lokasi. Kemudian juru pelihara akan mengantar peziarah melakukan tawasul di tempat petilasan sebagaimana peziarah melakukan kegiatan serupa di makam makam sunan walisongo.

Masyarakat desa kecepit menganggap bahwa peziarah dari luar desa atau luar kota telah melakukan penyimpangan dari agama islam. asumsi masyarakat dipengaruhi oleh kondisi bangunan pendopo situs makam kiai ronggo jati/sukma jati yang selalu dalam keadaan tertutup.

Sebagian masyarakat menduga, pengunjung melakukan ritual tertentu di pondok tersebut,yang kemudian menimbulkan persepsi penyimpangan agama. Persepsi lain berkaitan dengan akses masuk berbentuk semacam pos jaga di depan situs yang menimbulkan kesan tertutup pada situs. Beberapa warga desa bahkan menganggap situs tidak perlu dilestarikan karena watu tumpeng hanya merupakan peninggalan nenek moyang yang tidak memberikan nilai apapun bagi masyarakat.

Kontestasi Identitas Kebudayaan dalam Persepsi Masyarakat

Pemalang merupakan salah satu kabupaten di pesisir utara jawa tengah. Secara administratif letaknya berbatasan dengan Kabupaten Pekalongan di sebelah timur, Kabupaten Tegal di sebelah barat , dan Kabupaten Purbalingga di sebelah selatan.

Bentang alam Pemalang berupa daerah pesisir di sisi utara dan pegunungan di sisi selatan. Situs Watu Tumpeng berlokasi di tengah tengah antara daerah pesisir dan pegunungan. Kebudayaan antara daerah pesisir dan pegunungan jawa dikenal memiliki kekhasan berupa kognitivisme sistem simbol masing masing (syam 2010).

Kognitivisme beranggapan bahwa kebudayaan adalah sistem kognifitif, sistem makna, dan sistem nilai individu. Agar tindakan bisa dipahami oleh orang lain, maka harus ada sesuatu konsep lain yang menghubungkan antara sistem makna dan sistem nilai,yaitu sistem simbol. Melalui sistem simbol itulah sistem makna dan nilai, serta sistem kogniftif yang tersembunyi dalam kepribadian individu dapat dikomunikasikan dan kemudian dipahami oleh orang lain (kleden 1998).

Baca juga: Terbitkan naskahmu menjadi buku yang keren

Masyarakat pesisir utara jawa dikenal memiliki kebiasaan berziarah ke makam walisongo. Makam sunan walisongo menjadi objek wisata religi yang dikunjungi karena motivasi keagamaan. Wisata religi ini  banyak dihubungkan dengan keinginan peziarah untuk memperoleh restu, kekuatan batin, dan keteguhan iman. Lokasi pemalang yang berada di titik tengah antara situs budaya makam walisongo; yakni sunan gunung jati dan Sunan Kalijaga menjadikan masyarakat di pemalang memiliki hubungan erat dengan masyarakat yang lazim berziarah ke makam bercorak agama islam.

Masyarakat pemalang sendiri memiliki makam tokoh tokoh islam lokal yang cukup sering diziarahi. Makam corak islam yang sering dikunjungi antara lain adalah makam Syekh Maulana Syamsudin, Syekh Antasi, dan Si Gengseng. Rata rata mereka berziarah ke makam makam tersebut. Wisata spiritual itu yang terbanyak. Masyarakat pemalang yang beragama islam adalah sebesar 99,48% populasi atau 1.490.948 jiwa data tersebut menunjukkan bahwa disamping akar historis dalam mitos kebudayaan seperti watu tumpeng, agama islam juga turut menjadi identitas kebudayaan yang cukup mengakar di masyarakat.

Persepsi sebagian masyarakat yang menangkal situs watu tumpeng sebagai identitas kebudayaan menunjukan bahwa terdapat kontestasi antara kebudayaan jawa yang mempercayai hal hal ghaib dan mitos leluhur dengan nilai nilai budaya islam pedalaman yang cenderung melarang kepercayaan terhadap kuasa selain Allah SWT.

Kajian Nakamura (1983) dan Mulkhan (1999) tentang islam di wilayah pedalaman seperti Yogyakarta dan jember menjadi gambaran varian islam ketika berada di dalam lokus sosial budaya. Kajian tersebut menunjukan bahwa ada diantara pengikut ormas di muhammadiyah tertentu,baik dalam interaksi langsung maupun tidak langsung, yang memiliki keyakinan untuk turut andil dalam gerakan keagamaan anti takhayul,bid’ah, termasuk memerangi mitos-mitos yang tidak berkaitan dengan ajaran agama islam.

Tradisi slametan dan suronan di watu tumpeng menunjukan bahwa masyarakat masih mempertahankan kebudayaan animistik jawa. Corak Agama Hindu/Budha pun telah dianulir sama sekali. Kebudayaan watu tumpeng kemudian tampak sebagai kebudayaan jawa yang tetap mempertahankan istilah dan pelaksanaan tradisi numerologi kalender jawa. Tradisi-tradisi berdasarkan numerologi yang pada masa lalu dianggap sebagai ritual, di masa ini lebih dikemas sebagai agenda festival-ritual.

Ritual upacara tersebut dilaksanakan dengan tetap mengacu kepada tradisi masa lalu, namun dikemas sebagai peristiwa festival yang bisa menghadirkan nuansa budaya dan ekonomi. Tradisi suronan di beberapa wilayah mataraman telah menjadi wilayah festival budaya, sekalipun masih ada ritual yang tetap bertahan sebagai ritual dan dilakukan dengan tradisi sebagaimana adanya dengan corak yang tetap seperti semula.

Masyarakat meyakini desa kecepit memiliki trilogi kisah sejarah yang disakralkan sebagai pusat kosmologi di lingkungan, yakni Watu Tumpeng, Watu Nanggung dan sendang penyepuhan. Menurut cerita rakyat ketiganya memiliki pertalian sejarah dengan para tokoh leluhur lain di Pemalang. Penuturan sesepuh desa bernama mbah damat, menceritakan bahwa pada awal mulanya ketiga lokasi ditemukan oleh eyang romo nadi, ayah dari mbah damat melalui tirakat ngrogoh sukma atau merajut sukma.

Romo Nadi mendapatkan wangsit leluhur yang diperkirakan hidup pada masa Majapahit. Sang leluhur menuturkan bahwa watunanggung merupakan tempat yang didiami oleh eyang sukma nanggung, watu tumpeng di tempati oleh Eyang Rogo Kusumo dan Eyang Mayang Sari.

Interaksi sejarah bermula dari watu tumpeng sebagai tempat untuk membuat atau menemukan senjata sakral, senjata yang telah selesai dibuat kemudian dibawa menuju sendang penyepuhan untuk dibasuh, dan berakhir dengan bertapa di Watu Nanggung.

Situs watu tumpeng merupakan peninggalan budaya megalitik pada zaman prasejarah. Lokasi watu tumpeng sendiri terletak dikaki timur laut gunung slamet dengan ketinggian 360 mdpl. Situs watu tumpeng berupa susunan batu alam yang tidak beraturan, batu yang diduga menhir, sekaligus petilasan yang dikeramatkan oleh masyarakat setempat cikal bakal desanya.

Di dalam area situs watu tumpeng terdiri dari dua kelompok yang diperankan sebagai peninggalan leluhur yakni kelompok sukmajati dan sukma nanggung penyebutan Sukma Jati dan Sukma Nanggung diketahui dari keberadaan petilasan tersebut sebagai makam kyai rogojati dan kyai sukmajati pada kelompok sukmajati terdiri 2 batu Menhir yang menyerupai Lingga.

Berikut adalah informasi tentang sejarah situs watu tumpeng di Desa Kecepit, Kecamatan Randudongkal Kabupaten Pemalang, artikel ini dibuat dengan sumber yang pasti dan tidak dikurangi ataupun di lebihkan.

*****

Penulis: Tim KKN UMNU Kebumen Desa Kecepit.

Akmal Faisal Hanafi | Andi Badrun | Muhammad Hasan F. | Sodikun | Wakhlul Azmi | Yusuf Sasena | Megatamara Rosiana | Ria Puji Lestari | Rodiyah Dewi Fathan | Sindi Afrilia

Program Studi Teknik Informatika, Universitas Ma’arif Nahdlatul Ulama Kebumen

Email : lppm.umnu@gmail.com

Previous Post

Isu Sosial dan Etika dalam Sistem Informasi Manajemen

Next Post

Baru Berdiri, Langsung Sabet Banyak Prestasi

Next Post
Baru Berdiri, Langsung Sabet Banyak Prestasi

Baru Berdiri, Langsung Sabet Banyak Prestasi

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

STAY CONNECTED

  • Trending
  • Comments
  • Latest
Ragam Klasifikasi Koperasi yang Wajib Kamu Tahu

Ragam Klasifikasi Koperasi yang Wajib Kamu Tahu

July 15, 2025
Memahami Teknologi dan Proses Produksi Ramah Lingkungan

Memahami Teknologi dan Proses Produksi Ramah Lingkungan

July 7, 2025
Kenali Lima Elemen Kualitas Layanan dalam Bisnis

Kenali Lima Elemen Kualitas Layanan dalam Bisnis

July 15, 2025
Mengubah Masalah Menjadi Ide Usaha

Mengubah Masalah Menjadi Ide Usaha

July 13, 2025
Pelatihan Kewirausahaan Pembuatan Tempat Hand Sanitizer

Pelatihan Kewirausahaan Pembuatan Tempat Hand Sanitizer

4
Lomba Agustusan dan Judi Darat

Lomba Agustusan dan Judi Darat

2
Mahasiswa KKN-T MBKM Unisri Berikan Inovasi dalam Meningkatkan Omset UMKM Kripik Pare di Kalisoro

Mahasiswa KKN-T MBKM Unisri Berikan Inovasi dalam Meningkatkan Omset UMKM Kripik Pare di Kalisoro

1
Gerakan Tanam Cerdas Sahabat Tani Lawan Penyakit; Dari Mahasiswa untuk Petani, demi Hasil Panen Lebih Baik

Gerakan Tanam Cerdas Sahabat Tani Lawan Penyakit; Dari Mahasiswa untuk Petani, demi Hasil Panen Lebih Baik

1
Mahasiswa UNISRI Raih Juara di Ajang Nasional “Wira-Talk Competition” Undiknas Denpasar Bali

Mahasiswa UNISRI Raih Juara di Ajang Nasional “Wira-Talk Competition” Undiknas Denpasar Bali

November 6, 2025
Urgensi Pengelolaan Risiko Bisnis

Urgensi Pengelolaan Risiko Bisnis

October 28, 2025
PMII Rayon Mohammad Hatta Gelar Diskusi “Teras Pergerakan” Bahas September Hitam

PMII Rayon Mohammad Hatta Gelar Diskusi “Teras Pergerakan” Bahas September Hitam

October 8, 2025
HIMATEPA UNTIDAR Gelar Edukasi Gizi Lele dan Legalitas Usaha untuk UMKM Pangan di Desa Butuh

HIMATEPA UNTIDAR Gelar Edukasi Gizi Lele dan Legalitas Usaha untuk UMKM Pangan di Desa Butuh

October 8, 2025
  • Ragam Klasifikasi Koperasi yang Wajib Kamu Tahu

    Ragam Klasifikasi Koperasi yang Wajib Kamu Tahu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Memahami Teknologi dan Proses Produksi Ramah Lingkungan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kenali Lima Elemen Kualitas Layanan dalam Bisnis

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengubah Masalah Menjadi Ide Usaha

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengenal Philip Kotler dan Pemasaran

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
FORKA

A research and training center focus on economic empowerment base on social entrepreneurship and digital technology #IndonesiaBerdaya

Email: idforka@gmail.com
Whatsapp: 0851-5840-5844

RECENT NEWS

Mahasiswa UNISRI Raih Juara di Ajang Nasional “Wira-Talk Competition” Undiknas Denpasar Bali

Mahasiswa UNISRI Raih Juara di Ajang Nasional “Wira-Talk Competition” Undiknas Denpasar Bali

November 6, 2025
Urgensi Pengelolaan Risiko Bisnis

Urgensi Pengelolaan Risiko Bisnis

October 28, 2025
PMII Rayon Mohammad Hatta Gelar Diskusi “Teras Pergerakan” Bahas September Hitam

PMII Rayon Mohammad Hatta Gelar Diskusi “Teras Pergerakan” Bahas September Hitam

October 8, 2025

POPULAR POST

Ragam Klasifikasi Koperasi yang Wajib Kamu Tahu

Ragam Klasifikasi Koperasi yang Wajib Kamu Tahu

July 15, 2025
Memahami Teknologi dan Proses Produksi Ramah Lingkungan

Memahami Teknologi dan Proses Produksi Ramah Lingkungan

July 7, 2025
Kenali Lima Elemen Kualitas Layanan dalam Bisnis

Kenali Lima Elemen Kualitas Layanan dalam Bisnis

July 15, 2025
  • TENTANG KAMI
  • KIRIM TULISAN
  • REDAKSI

© 2021 Forka Indonesia

No Result
View All Result
  • BERANDA
  • FORKA INSTITUE
    • RISET
    • DISKUSI
  • SOCIAL ENTERPRISE
  • BERITA
  • OPINI
  • AKADEMI
  • BISNIS
  • KOMUNITAS
  • KIRIM TULISAN
  • REDAKSI
  • TENTANG KAMI

© 2021 Forka Indonesia