Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) merupakan tulang punggung perekonomian Indonesia, termasuk di Surakarta.
Menurut data BPS (2019), kota ini memiliki 1.863 pelaku UMKM yang menyerap 42.962 tenaga kerja.
Namun, di era digitalisasi, UMKM menghadapi tantangan besar untuk bertahan dan berkembang.
Sebuah studi terbaru oleh Hamdani dan Amalia (2022) mengungkap bahwa digitalisasi bisnis, pemanfaatan teknologi, dan literasi keuangan menjadi faktor penentu keberlanjutan UMKM di Surakarta.
Digitalisasi bisnis terbukti meningkatkan ketahanan UMKM. Studi ini menunjukkan bahwa setiap peningkatan satu unit digitalisasi bisnis, seperti penggunaan e-commerce atau media sosial, meningkatkan keberlanjutan usaha sebesar 0,159 unit.
Pandemi COVID-19 menjadi momentum percepatan digitalisasi, di mana banyak UMKM beralih ke platform online untuk bertahan. Namun, tantangan seperti kurangnya pemahaman teknologi dan keamanan transaksi digital masih menghambat proses ini.
Baca Juga: Pilihan Terbaik untuk Menerbitkan Karyamu Menjadi Buku Ber-ISBN
Pemanfaatan teknologi juga memegang peran krusial. Dengan koefisien pengaruh sebesar 0,552, teknologi seperti aplikasi manajemen produksi atau pemasaran digital membantu UMKM memperluas jangkauan pasar dan meningkatkan efisiensi operasional.
Misalnya, penggunaan Canva untuk desain promosi atau Google Forms untuk survei pelanggan telah menjadi solusi sederhana yang berdampak besar. Namun, banyak UMKM masih kesulitan mengadopsi teknologi canggih karena keterbatasan sumber daya dan pengetahuan.
Literasi keuangan ternyata menjadi faktor paling berpengaruh, dengan koefisien tertinggi (0,978).
Kemampuan mengelola arus kas, memahami pembiayaan, dan merencanakan investasi jangka panjang menentukan kelangsungan usaha.
Sayangnya, survei OJK (2016) menunjukkan hanya 22% penduduk Indonesia yang melek finansial.
Padahal, literasi keuangan yang baik memungkinkan UMKM mengambil keputusan strategis, seperti memanfaatkan pinjaman modal atau mengalokasikan dana untuk inovasi.
Temuan ini sejalan dengan penelitian sebelumnya. Rahayu dan Day (2017) menyoroti pentingnya literasi digital dan keuangan bagi UMKM, sementara Kraus dkk. (2022) menekankan bahwa transformasi digital harus dibarengi dengan peningkatan kapasitas SDM.
Di Surakarta, UMKM yang menggabungkan ketiga faktor ini, digitalisasi, teknologi, dan literasi keuangan, cenderung lebih tangguh menghadapi fluktuasi ekonomi.
Namun, ada tantangan struktural yang perlu diatasi. Banyak UMKM masih mengandalkan cara konvensional karena kurangnya akses terhadap pelatihan dan pendampingan.
Studi oleh Gkrimpizi dkk. (2023) menyarankan perlunya kolaborasi antara pemerintah, akademisi, dan swasta untuk menyediakan program pelatihan yang terjangkau dan praktis.
Misalnya, workshop pengelolaan keuangan sederhana atau bimbingan teknis penggunaan tools digital gratis.
Rekomendasi dari penelitian ini jelas: UMKM perlu berinvestasi dalam tiga aspek tersebut.
Pemerintah dan stakeholder terkait dapat memfasilitasi dengan kebijakan seperti subsidi pelatihan, akses pembiayaan berbasis teknologi, atau insentif bagi UMKM yang mengadopsi solusi digital.
Contoh sukses seperti UMKM kuliner di Pekalongan yang bertahan dengan strategi pemasaran digital (Arifin, 2022) bisa menjadi inspirasi.
Pada akhirnya, ketahanan UMKM di era digital tidak hanya bergantung pada teknologi, tetapi juga pada kesiapan pelakunya.
Dengan kombinasi digitalisasi, pemanfaatan teknologi, dan literasi keuangan, UMKM Surakarta dan Indonesia pada umumnya, bisa tidak hanya bertahan, tetapi juga tumbuh berkelanjutan.
Langkah kecil seperti mengikuti pelatihan online atau memanfaatkan aplikasi keuangan sederhana sudah bisa menjadi awal yang baik.














