Vietnam, seperti banyak negara berkembang, menghadapi dilema antara pertumbuhan ekonomi dan dampak lingkungan.
Sebuah studi terbaru dalam Journal of Open Innovation (2023) mengeksplorasi hubungan antara inovasi, konsumsi energi terbarukan, investasi asing langsung (FDI), pertumbuhan ekonomi, dan emisi karbon dioksida (CO₂) di Vietnam.
Temuan ini memberikan wawasan penting bagi pembuat kebijakan untuk mencapai pertumbuhan berkelanjutan di era Revolusi Industri 5.0.
Studi ini mengungkapkan bahwa inovasi, yang diukur melalui ekspor produk teknologi tinggi, justru meningkatkan emisi CO₂ di Vietnam.
Setiap kenaikan 1% ekspor teknologi tinggi menyebabkan emisi CO₂ naik 0,67%. Hal ini menunjukkan bahwa inovasi di Vietnam masih didominasi oleh teknologi konvensional yang kurang ramah lingkungan.
Padahal, di negara maju, inovasi biasanya dikaitkan dengan pengurangan emisi melalui teknologi hijau.
Di sisi lain, konsumsi energi terbarukan terbukti efektif menekan emisi CO₂. Setiap peningkatan 1% penggunaan energi terbarukan mengurangi emisi sebesar 0,51%.
Vietnam memiliki potensi besar untuk energi surya, angin, dan hidro, tetapi pemanfaatannya masih terbatas.
Studi ini menyarankan perlunya investasi lebih besar di sektor energi terbarukan untuk memitigasi dampak lingkungan.
Investasi asing langsung (FDI) juga berkontribusi pada peningkatan emisi CO₂. Setiap kenaikan 1% FDI menyebabkan emisi naik 1,39%.
Ini terjadi karena banyak perusahaan asing di Vietnam masih menggunakan teknologi lama yang berpolusi.
Studi ini merekomendasikan agar pemerintah lebih selektif dalam menarik FDI, dengan fokus pada investasi hijau yang membawa teknologi ramah lingkungan.
Baca Juga: Pilihan Terbaik untuk Menerbitkan Karyamu Menjadi Buku
Pertumbuhan ekonomi Vietnam, yang diukur melalui PDB, juga berdampak signifikan pada emisi CO₂. Setiap kenaikan 1% PDB meningkatkan emisi sebesar 1,26%.
Temuan ini sesuai dengan teori Environmental Kuznets Curve, di mana emisi cenderung meningkat seiring pertumbuhan ekonomi sebelum akhirnya menurun setelah mencapai titik tertentu.
Vietnam perlu mempercepat transisi menuju ekonomi hijau untuk memutus hubungan ini.
Revolusi Industri 5.0, yang menekankan kolaborasi antara manusia dan teknologi cerdas, bisa menjadi solusi.
Smart factory, misalnya, dapat meningkatkan efisiensi energi dan mengurangi limbah. Namun, implementasinya di Vietnam masih menghadapi tantangan, seperti kurangnya infrastruktur dan sumber daya manusia yang terampil.
Studi ini menyarankan beberapa rekomendasi kebijakan: (1) memperkuat regulasi lingkungan untuk FDI, (2) meningkatkan insentif bagi pengembangan energi terbarukan, dan (3) mendorong inovasi hijau melalui riset dan pengembangan.
Langkah-langkah ini penting untuk mencapai target nol emisi pada 2050, seperti yang dijanjikan Vietnam dalam COP26.
Dengan pendekatan terpadu, Vietnam dapat menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi dan keberlanjutan lingkungan.
Kolaborasi antara pemerintah, swasta, dan masyarakat sipil akan menjadi kunci untuk mewujudkan masa depan yang lebih hijau dan inklusif.














