Mengenal Industri 4.0
Konsep dan definisi Industri 4.0 fokus pada otomatisasi dunia industri. Hal ini menjadikan implementasi Information Communication Technology (ICT) atau dunia digital sebagai tulang punggung keberadaannya (Khin & Kee, 2022). Adapun menurut (Rojko, 2017) Industri 4.0 merupakan pendekatan yang menjanjikan berdasarkan integrasi proses bisnis dan manufaktur, serta integrasi seluruh pelaku dalam rantai nilai perusahaan (pemasok dan pelanggan). Aspek teknis dari persyaratan ini diatasi dengan penerapan konsep umum Sistem Cyber-Fisik (Cyber Physical System/CPS) dan Internet of Things (IoT) industri pada sistem produksi industri.
Menurut (Reagan & Singh, 2020) industri 4.0 adalah konvergensi teknologi digital untuk menghubungkan manusia dan benda dalam sistem cyber-fisik (cyber-physical) yang saling bergantung. Revolusi ini, juga dikenal sebagai Industri 4.0, tidak hanya menggantikan paradigma lama dalam bisnis namun juga dalam semua aspek kehidupan sehari-hari dan hal ini terjadi dengan kecepatan yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Istilah ilmiah “Industri 4.0” pertama kali diperkenalkan di Jerman pada tahun 2011 pada event Pameran Hanover, yang digunakan untuk menunjukkan proses transformasi dalam rantai penciptaan nilai global. Dalam laporan “Revolusi Industri Keempat” yang disampaikan oleh K. Schwab pada World Economic Forum disebutkan bahwa Industri 4.0 mencakup proses bisnis dalam industri yang membayangkan pengorganisasian jaringan produksi global berdasarkan teknologi informasi dan komunikasi baru dan Internet. teknologi, dengan bantuan interaksi objek produksi dilakukan (Popkova et al., 2019).
Bukan sekadar inovasi, era industri 4.0 ini didefinisikan sebagai momentum peningkatan produk atau layanan yang sudah ada dengan cara yang baru dan bermakna. Era ini juga begitu lekat dengan proses disrupsi, yang bukan sekadar menambah atau memperluas pasar, industri, dan teknologi yang sudah ada, namun justru menghancurkannya, dan menggantinya dengan pasar, industri, dan teknologi yang benar-benar baru.
Selanjutnya, menurut (Reagan & Singh, 2020) sejarah revolusi industri dapat dijabarkan sebagai berikut:
- Revolusi industri pertama (pertengahan abad ke-18 sampai dengan pertengahan abad ke-19) menggunakan mesin uap untuk memekanisasi proses manufaktur—sesuatu yang belum pernah terjadi dan dilakukan sebelumnya. Akibatnya, pabrik-pabrik bermunculan, memproduksi barang lebih cepat dan lebih murah daripada yang bisa dilakukan dengan tangan, sehingga memungkinkan lebih banyak orang untuk mendapatkan dan menggunakan barang produksi tersebut. Pabrik-pabrik ini, meskipun cukup kecil, juga mempekerjakan pekerja dengan bayaran lebih tinggi, yang meningkatkan standar hidup secara keseluruhan.
- Revolusi industri kedua (awal abad ke-20) menggunakan listrik untuk mempercepat proses manufaktur terlebih lagi, dibantu oleh jalur perakitan (assembly line), yang dipelopori oleh Produsen mobil AS Henry Ford, di mana barang berpindah secara progresif dari pekerja ke pekerja pekerja, yang masing-masing menyelesaikan satu langkah dalam perakitan produk. Metode manufaktur ini sangat meningkatkan produktivitas dan memungkinkan mobil dan barang kompleks lainnya untuk diproduksi secara massal untuk didistribusikan secara luas.
- Revolusi industri ketiga (akhir abad ke-20) terjadi dengan adanya penemuan Internet, yang memungkinkan barang dan jasa diproduksi, dipasarkan, dan dikonsumsi secara global dan memperkenalkan teknologi digital di seluruh dunia.
- Revolusi industri keempat (awal abad ke-21), yang kini sedang berlangsung, menghubungkan manusia dan benda dengan teknologi digital termasuk kecerdasan buatan, yang menggunakan komputer untuk melakukan tugas-tugas yang sebelumnya membutuhkan kecerdasan manusia seperti persepsi visual, pengenalan suara, pengambilan keputusan, dan penerjemahan bahasa; Internet of Things (IoT), dimana “benda mati” berupa ragam pinrati elektronik berkomunikasi satu sama lain dengan manusia. Ada pula komputasi awan (cloud computing), penyampaian komputasi layanan melalui Internet untuk memungkinkan semua komunikasi ini; dan banyak lagi.
Gambar: Perkembangan industri 4.0
Merujuk pada beragam perubahan yang dibawa olehnya, keberadaan industri 4.0 ini membawa beberapa dampak positif, di antaranya:
- Tempat kerja yang lebih efektif dan efisien. Pabrik dapat beroperasi lebih lancar dan dengan biaya lebih rendah dengan menggunakan teknologi yang terhubung, begitu pula bisnis yang melakukan banyak penelitian dan pengembangan di satu sektor dapat memberikan manfaat bagi semua pihak.
- Peningkatan reputasi sebagai pusat industri dunia. Industri manufaktur Indonesia bisa terus dikembangkan dengan sistem ini, sehingga kedepan bisa menjadikannya salah satu negara paling kompetitif di level Asia Tenggara bahkan dunia dalam hal industri.
- Keunggulan teknologi yang kompetitif. Industri 4.0 adalah kemitraan swasta-publik, dengan penelitian dan pengembangan yang didanai oleh pemerintah serta dana bisnis. Teknologi yang dikembangkan dan ditingkatkan berdasarkan inisiatif ini pada akhirnya dapat bermanfaat bagi dunia usaha dan perekonomian.
- Terdorongnya perekonomian nasional. Peningkatan produktivitas, peningkatan layanan pelanggan, tenaga kerja yang terlatih untuk bekerja di era digital, dan penetapan standar produk teknologi dapat merangsang investasi dalam bisnis, industri, dan infrastruktur dalam negeri. Kemudian menciptakan lapangan kerja dan pendapatan, serta meningkatkan kualitas hidup.
Baca juga: Buku panduan membangun bisnis digital
Karakteristik Industri 4.0
Ada beberapa karakteristik dari industri 4.0, yaitu:
- Transisi dari pekerjaan manual ke robototronik, yang menjamin otomatisasi semua proses produksi;
- Modernisasi sistem transportasi dan logistik, yang disebabkan oleh distribusi massal kendaraan tak berawak;
- Peningkatan kompleksitas dan ketepatan produk teknis yang diproduksi, pembuatan bahan konstruksi baru karena peningkatan teknologi produksi;
- Pengembangan komunikasi antar-mesin dan pengelolaan mandiri sistem fisik, yang dilakukan dengan bantuan “Internet of things”;
- Penerapan program otodidak untuk penyediaan pengembangan sistem produksi secara konstan. (Popkova et al., 2019)
Ragam Teknologi pada Industri 4.0
Menurut (Pascual et al., 2019) dan Direktorat Jendral Aplikasi Informatika, KOMINFO, dalam Revolusi Industri 4.0, setidaknya ada lima teknologi yang menjadi pilar utama dalam mengembangkan sebuah industri siap digital, yaitu:
- Internet of Things (IoT): IoT merupakan sistem yang menggunakan perangkat komputasi, mekanis, dan mesin digital dalam satu keterhubungan (interrelated connection) untuk menjalankan fungsinya melalui komunikasi data pada jaringan internet tanpa memerlukan interaksi antarmanusia atau interaksi manusia dan komputer. Sistem IoT mengintegrasikan empat komponen, yaitu: perangkat sensor, konektivitas, pemrosesan data, dan antarmuka pengguna. Contoh aplikasi IoT di Indonesia: Gowes (IoT untuk bike sharing), eFishery (IoT pemberi pakan ikan otomatis), Qlue (IoT untuk smart city), dan Hara (IoT untuk pangan dan pertanian).
- Big Data: Big Data adalah istilah yang menggambarkan volume besar data, baik terstruktur maupun tidak terstruktur. Namun bukan jumlah data yang penting, melainkan apa yang dilakukan organisasi terhadap data. Big Data dapat dianalisis untuk pengambilan keputusan maupun strategi bisnis yang lebih baik. Penyedia Layanan Big Data Indonesia, antara lain: Sonar Platform; Paques Platform; Warung Data; Dattabot.
- Artificial Intelligence (AI): AI merupakan sebuah teknologi komputer atau mesin yang memiliki kecerdasan layaknya manusia dan bisa diatur sesuai keinginan manusia. AI bekerja dengan mempelajari data yang diterima secara berkesinambungan. Semakin banyak data yang diterima dan dianalisis, semakin baik pula AI dalam membuat prediksi. Aplikasi chatbot dan pengenalan wajah (face recognition) merupakan salah satu contoh penerapan AI.
- Cloud Computing: Komputasi awan (cloud computing) adalah teknologi yang menjadikan internet sebagai pusat pengelolaan data dan aplikasi, dimana penggunam komputer diberikan hak akses (login) menggunakan cloud untuk dapat mengkonfigurasi peladen (server) melalui internet. Contohnya, hosting situs web berbentuk peladen virtual. Ada tiga jenis model layanan dari komputasi awan, yaitu: 1) Cloud Software as a Service (SaaS), layanan untuk menggunakan aplikasi yang telah disediakan oleh infrastruktur awan, 2) Cloud Platform as a Service (PaaS), layanan untuk menggunakan platform yang telah disediakan, sehingga pengembang hanya fokus pada pengembangan aplikasi, 3) Infrastructure as a Service (IaaS), layanan untuk menggunakan infrastruktur yang telah disediakan, dimana konsumen dapat memproses, menyimpanan, berjaringan, dan memakai sumber daya komputasi lain yang diperlukan oleh aplikasi.
- Additive Manufacturing: Additive manufacturing merupakan terobosan baru di industri manufaktur dengan memanfaatkan mesin pencetak 3D atau sering dikenal dengan istilah 3D printing. Gambar desain digital yang telah dibuat diwujudkan menjadi benda nyata dengan ukuran dan bentuk yang sama dengan desain sebenarnya atau dengan skala tertentu. Teknologi additive manufacturing mampu memproduksi lebih banyak desain dan memproduksi barang yang tidak bisa dibuat dengan teknologi manufaktur tradisional. (aptika.kominfo.go.id)
Indonesia Menghadapi Industri 4.0
Dalam era industri 4.0, inovasi ini memberikan dampak yang cukup besar terhadap kualitas kerja dan biaya produksi di Indonesia, bahkan seluruh lapisan masyarakat juga dapat memperoleh manfaat umum dari sistem ini. Tidak hanya berdampak pada manufaktur, tapi juga inovasi produk dan layanan di masa depan. Oleh karena itu industri 4.0 membutuhkan masyarakat digital dengan konektivitas internet yang baik karena industri tanpa pasar tidak mungkin tumbuh. (Susilo, 2020)
Menurut (Hidayatno et al., 2019), Revolusi Industri Keempat tampaknya tidak hanya membawa manfaat luar biasa, namun juga mengubah wajah industri di Indonesia, khususnya di sektor manufaktur. Proses peralihan ke perekonomian berbasis jasa menyebabkan turunnya kontribusi industri manufaktur terhadap PDB negara menjadi 22% pada tahun 2016, yang sempat mencapai titik tertinggi yaitu 26% pada tahun 2001. Tanpa intervensi apa pun, kondisi ini akan semakin parah pada tahun 2030, sehingga revitalisasi sektor manufaktur menjadi sangat penting. Menyadari ancaman ini, pemerintah berupaya mengambil tindakan atas peluang yang muncul setelah revolusi industri keempat. Pemerintah melalui Kementerian Perindustrian akhirnya mencanangkan inisiatif “Making Indonesia 4.0” untuk mengimplementasikan strategi tersebut dalam memasuki era industri baru.
Untuk mencapai tujuan masuk 10 Besar Ekonomi Global, Making Indonesia 4.0 menyatakan komitmen negara untuk membangun industri manufaktur yang kuat pada tahun 2030: Menggandakan rasio produktivitas terhadap biaya, meningkatkan ekspor hingga 10% PDB, dan mengalokasikan 2% PDB untuk penelitian dan pengembangan teknologi. Peta jalan Making Indonesia 4.0 terdiri dari 5 (lima) sektor industri prioritas dengan 10 (sepuluh) prioritas nasional untuk memperkuat struktur industri di Indonesia. Prioritas nasional nomor 3 menyatakan bahwa Indonesia akan mengakomodasi standar keberlanjutan, termasuk konsumsi energi di sektor industri. Strategi dan sasaran ditetapkan untuk dicapai pada tahun 2030 di setiap sektor industri prioritas: makanan dan minuman, kimia, tekstil, otomotif, dan elektronik.
Referensi:
Hidayatno, A., Destyanto, A. R., & Hulu, C. A. (2019). Industry 4.0 technology implementation impact to industrial sustainable energy in Indonesia: A model conceptualization. Energy Procedia, 156, 227–233.
Khin, S., & Kee, D. M. H. (2022). Factors influencing Industry 4.0 adoption. Journal of Manufacturing Technology Management, 33(3), 448–467.
Pascual, D. G., Daponte, P., & Kumar, U. (2019). Handbook of Industry 4.0 and smart systems. CRC Press.
Popkova, E. G., Ragulina, Y. V, & Bogoviz, A. V. (2019). Industry 4.0: Industrial revolution of the 21st century (Vol. 169). Springer.
Reagan, J. R., & Singh, M. (2020). Management 4.0: Cases and Methods for the 4th Industrial Revolution.
Rojko, A. (2017). Industry 4.0 concept: Background and overview. International Journal of Interactive Mobile Technologies, 11(5).
Susilo, D. (2020). Industry 4.0: Is Indonesia Ready? Management Analysis Journal, 9(3), 262–270.
Referensi web: