Perbedaan wirausaha sosial dengan bisnis yang pada umumnya mengejar profit atau organisasi nirlaba tradisional adalah keinginan wirausahawan sosial untuk terlibat dalam aktivitas wirausaha sembari memiliki tujuan sosial mendasar yang mendorong dan memandu pengambilan keputusan dan pekerjaan mereka.
Kewirausahaan sosial berbeda dengan filantropi murni. Filantropi secara etimologis berarti “cinta kemanusiaan”, namun secara umum diartikan sebagai tindakan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan orang lain, termasuk tindakan amal, memberi dan wakaf.
Menurut MacDonald & Howorth (2018), perusahaan sosial (social enterprise) bisa saja dikategorikan sebagai badan amal, yang membedakan dari badan amal lainnya ialah sebagian besar pendapatannya berasal dari perdagangan dan keuntungannya diinvestasikan kembali.
Seorang wirausahawan sosial bukan sekedar orang yang melakukan tindakan amal; Meskipun wirausahawan sosial jelas mempunyai keinginan untuk meningkatkan kesejahteraan sosial, mereka mengembangkan proyek dengan visi jangka panjang.
Baca Juga: Buku Referensi Membangun Bisnis Sosial
Penciptaan nilai sosial yang berkelanjutan merupakan karakteristik utama yang membedakan mereka dari individu yang bermaksud baik dan hanya terlibat dalam kegiatan amal (Sastre‐Castillo et al., 2015).
Kegiatan wirausaha sosial dapat dibedakan dengan wirausahawa biasa menggunakan tiga variabel (Austin et al., 2006):
- Sikap wirausaha: Kedua tipe wirausaha ini fokus pada jenis kegiatan yang berbeda; Meskipun situasi pasar yang luas merupakan sumber peluang bagi wirausahawan klasik, wirausahawan sosial mencari peluang dalam kebutuhan sosial yang lebih banyak muncul pada periode krisis.
- Mobilisasi sumber daya: Pengusaha sosial sering kali tidak mampu bersaing dengan perusahaan komersial dalam hal remunerasi dan akibatnya mengalami kesulitan yang lebih besar dalam merekrut dan mempertahankan sumber daya manusia yang berharga serta memperoleh modal yang diperlukan.
- Pengukuran kinerja: Wirausahawan sosial merasa kesulitan mengukur dampak sosial dari pekerjaan mereka, karena mereka tidak dapat menggunakan indikator profitabilitas yang lazim.
Meskipun kewirausahaan sosial memiliki banyak kesamaan dengan kewirausahaan tradisional; misalnya kedua bentuk kewirausahaan ini bersama-sama menciptakan suatu kegiatan atau organisasi baru dalam lingkungan sosial.
Perbedaan utama antara kedua bentuk kewirausahaan ini adalah: pemilik atau pelaku kewirausahaan sosial tidak semata-mata didorong oleh keinginan untuk mendapatkan keuntungan, namun, yang lebih penting, mereka berupaya memecahkan permasalahan sosial di lingkungan mereka dan menciptakan nilai-nilai sosial.
Dengan fokus pada perubahan sosial dan pembangunan sosial, wirausaha sosial mempunyai dampak yang signifikan terhadap masyarakat, baik secara sosial maupun ekonomi (Mair & Noboa, 2003; Utomo et al., 2019)
Tabel Perbedaan Kewirausahaan sosial dengan bisnis tradisional
Aspek | Bisnis Tradisional | Kewirausahaan Sosial |
Motivasi | Peluang pasar untuk menghasilkan nilai ekonomi
|
Mereka mengatasi masalah sosial melalui penciptaan nilai sosial |
Tujuan proses inovasi | Kehadirannya mendominasi pasar dan mengurangi keuntungan para pesaingnya | Keterlibatan lebih banyak aktor dalam memperhatikan masalah, memahami pihak lain sebagai sekutu |
Surplus | Peningkatan kekayaan ekonomi pemegang saham | Investasi ulang dalam mengatasi masalah dan pemenuhan misi sosial |
Perubahan yang diharapkan | Penyelesaian kebutuhan pasar dengan mempertimbangkan klien atau konsumen saat ini | Visi terfokus pada peningkatan inklusi pasar dan pemberian hak untuk mengecualikan |
Sumber: (Portales, 2019)
Dari penjelasan di atas, diketahui bahwa kewirausahaan sosial memiliki perspektif yang berbeda dari segi motivasi dan juga konstruksi model bisnisnya dibandingkan bisnis tradisional.
Dari perspektif ini, wirausahawan sosial menggunakan konsep-konsep seperti inovasi sosial dan skalabilitas untuk mencapai dampak yang mengubah kondisi asli secara berkelanjutan.
Lalu dari perspektif sistemik, menghilangkan penyebab yang menciptakan masalah sosial. Wirausahawan sosial tidak hanya berupaya menciptakan nilai sosial tetapi juga meningkatkan jumlah pelanggan atau konsumen produk atau layanannya, karena ini merupakan cara untuk meningkatkan dampak sosialnya dan menghasilkan struktur ekonomi dan masyarakat tipe baru.
Fokus utama adalah pada peningkatan kondisi kehidupan masyarakat yang terpinggirkan dan mereka yang mampu.